Novelsunda ogé lain di pangaruhan tina sastra indonesia sabab novel dina basa indonesia mah kakarak aya dina taun 1920 dina judul novel azab dan sengsara karya merani siregar. Yang membuatnya menjadi susah adalah pikiran negatif kita sendiri yang selalu mempengaruhi kepercayaan kita dan juga bagaimana kita memulainya.
1. Identitas Novel Judul Azab dan Sengsara Pengarang Merari Siregar Penerbit PT Balai Pustaka persero Cetakan 30 Tahun 2010 Cetakan Pertama 1936 Karena pergaulan mereka sejak kecil dan hubungan saudara sepupu, antara Mariamin dan Aminuddin terjadilah jalinan cinta. Ibu Mariamin, Nuria menyetujui hubungan itu karena Aminuddin adalah seorang anak yang baik budinya lagipula ia ingin putrinya dapat hidup berbahagia tidak selalu menderita oleh kemiskinan mereka. Orang tuanya Amiuddin adalah seorang kepala kampung,bangsawan kaya dan disegani oleh bawahannya karena sifatnya yang mulia dan kerajinan kerjanya. Ayahnya bernama Baginda Diatas dan sifatnya menurun pada anaknya. Sedangkan keluarga Mariamin adalah keluarga miskin disebabkan oleh tingkah laku ayahnya almarhum yang suka berjudi, pemarah, mau menang sendiri,dan suka berbicara kasar. Akibatnya keluarganya jauh miskin hingga akhir hayatnya, Tohir Sultan Baringin mengalami nasib sengsara. Hubungan mereka ternyata tidak mendapat restu dari Baginda Diatas karena keluarga Mariamim adalah keluarga miskin bukan dari golongan bangsawan. Suatu ketika Aminuddin memutuskan untuk pergi meninggalkan Sipirok pergi ke Deli Medan untuk bekerja dan berjanji pada kekasihnya untuk menikah jika saatnya dia telah mampu menghidupinya. Sepeninggal Aminuddin, Mariamin sering berkirim surat dengan Aminuddin. Dan ia selalu menolak lamaran yang datang untuk meminangnya karena kesetiaannya pada Aminuddin. Setelah mendapat pekerjaan di Medan Aminuddin mengirim surat untuk meminta Mariamin untuk menyusulnya dan menjadi istrinya. Kabar itu disetujui oleh ibunya Aminuddin ,akan tetapi Baginda Diatas supaya tidak menyakiti hati istinya diam-diam pergi ke dukunmenanyakan siapakah jodoh sebenarnya Aminuddin. Maka dikatakannya bahwa Mariamin bukanlah jodoh Aminuddin melainkan seorang putri kepala kampung yang kaya dan cantik maaf dan menyesali segala perbuatanya setelah melihat sifat-sifat Mariamin yang baik. Beberapa bulan kemudian Mariamin dinikahkan oleh seorang kerani yang belum dikenalnya,bernama Kasibun. Yang ternyata Tanpa sepengetahuan Aminuddin, Baginda Diatas membawa calon menantunya hendak dijodohkan dengan Aminuddin di Medan. Ternyata Aminuddin kecewa mendapat bukan pilihannya, akan tetapi ia tidak dapat menolak keinginan ayahnya serta adat istiadat yang kuat. Kemudian diberitahukan Mariamin bahwa pernikahannya tidak berdasarkan cinta dan ia minta maaf serta bersabar menerima cobaan ini. Mariamin jatuh sakit karena cintanya yang terhalang. Suatu hari Baginda Diatas datang hendak minta diketahui ia baru menceraikan istrinya di Medan untuk mengawini Mariamin. Suatu ketika Aminuddin mengunjungi Mariamin di rumahnya, namun menimbulkan kecurigaan dan rasa cemburu dalam diri Kasibun. Kemudian Kasibun menyiksa Mariamin dan merasa tidak tahan hidup bersama suaminya,ia kemudian melapor pada polisi dan suaminya kalah perkara dengan membayar denda. Kasibun harus mengaku bersalah dan merelakan bercerai darinya. Mariamin merasa bersedih dan ia pulang ke Sipirok rumah ibunya. Badannya kurus dan sakit-sakitan, hingga akhirnya meninggal dunia dengan amat sengsara. 3. Alur ö alur awal º Sutan Baringin jatuh miskin Akan tetapi karena ia sangat suka berpekara, maka harta yang banyak itu habis,sawah dan kerbau terjual, akan penutup ongkos-ongkos perkara, akhir-akhirnya.......jatuh miskin, sedang yang dicarinya dalam perkara itu tiada seberapa, bila dibandingkan dengan kerugiannya.halaman 25 º Mariamin dan Aminudin menjalin hubungan “Masih disisni kau rupanya, Riam,”tanya seorang muda yang menghampiri batu tempat duduk gadis itu. Yang ditanya terkejjut seraya memandang kepada yang datan itu. halaman 3-4 ö alur tengah º Aminudin dijodohkan dengan orang batak Sekarang sampailah tulisannku ini kepada kabar meremukan hatimu. Ayah kita sudah datang ke medan membawa anak yang lain, dan kawan sehidupku. halaman 153 º Mariamin menikah dengan Kasibun Kesudahannya ia kawin dngan orang muda dari Padangsidempuan, orang muda yang tiada dikenalnya, orang muda yang tiada dicintainya, jodoh yang tak disukainya. halaman 162 ö alur akhir º Mariamin meninggal Hidup Mariamin, pokok cerita ini, telah habis, dan kesengsaraannya di duni ini telah berkesudahan! Lihatlah kuburan yang baru itu! Tanahnya masih merah....itulah tempat Mariamin, anak dara yang saleh itu, untuk beristirahat selama-lamanya. halaman 185 4. Pelaku ¾ Penokohan protagonis º perhatian “Tidak, Mak;ia ada di dapur, nanti kusuruh dia kemari, supaya ada kawan Mak di sini.” Setelah Mariamin menuangkan obat maknya ke dalam cangkir dan cangkir itu diletakkannya dekat si sakit, ia pun pergilah ke dapur akan bertanak.” halaman 7 2. Aminudin protagonis º ramah “Tak usah, riam,” jawab orang muda itu,”Saya datang ini hanya hendak bersua dengan kau sebenatr ini saya hendak pergi ke rumah seorang sahabatku yang baru datang dari Deli.” halaman 4 3. Ibu Mariaminprotagonis º sabar “Ya, anakku! Sudah jauhlan berkurang rasanya penyakitku, kekkuatanku pun sudah bertambah,” jawab si ibu dengan suara yang menghiburkan hati anaknya. halaman 7 4. Sutan Baringin antagonis º suka menghamburkan uang Akan tetapi karena ia sangat suka berpekara, maka harta yang banyak itu habis,sawah dan kerbau terjual, akan penutup ongkos-ongkos perkara, akhir-akhirnya.......jatuh miskin,halaman 24 diatas protagonis º perhatian “Sudahkah tertidur aminuddin?” tanya suaminya setelah sejurus panjang lamanya ia termenung. halaman 22 6. Ibu Aminuddin protagonis º ramah “Adinda rasa sudah,” sahut istrinya.” Tadi ssudah makan, ia terus pergi ke kamarnya, karena ia sudah payah benar bekerja sehari. halaman 23 7. Marah Saitantagonis º penghasut “itu mudah,” jawab Marah Sait serta tersenyum-senyum.”Bukankah sudah lebih dua puluh tahun ia di rantau? Kalau nanti ditang,katakan saja ia bukan bersaudara dengan enkgakau.halaman 98 8. Kasibun protagonis º jahat Ya, kalau dikatakan laki-laki itu buas dan ganas tabiatnya, kasar disengar telinga, tetapi tiada salahnya lagi. halaman 98 a. Penamaan º Mariamin menunjukan nama orang Sipirok, Sumatra Utara Mariamin, begitulah nama gadis itu dan ia dipanggilkan orang Riam, mengamat-amati muka orang muda itu. halaman 4 º Aminuddin menunjukan nama orang Sipirok, Sumatra Utara “Apalah salahnya, Aminu’ddin, naik sebenatar, karena Mak kita pun sudah lama hendak bersua dengan Kakak.” .halaman 4 b. pemerian º muda remaja Perempuan itu sedang muda remaja. Ia duduk memandang ke pohon beringin yang tepi sungai itu. Akan tetapi, pandangnya itu lain, yakni matanya saja yang menatap ke sana, tetapi daun beringin yang bergoyang-goyang itu tak tampak pada matanya, karena ada sesuatu yang dipikirkannya. .halaman 2 º perempuan muda “Mengapa Angkangbertanya lagi?” jawab Mariamin, perempuan muda itu dengan suara yang lembut, karena itulah kebiasaannya; jarang atau belumlah pernah ia berkata marah-marah atau merengut, selamanya dengan ramah tamah, lebih-lebih di hadapan anak muda, sahabatnya yang karib itu. halaman 4 c. pernyataan tokoh lain º pikiran Mariamin tentang Kasibun Patutlah ia pucat dan kurus,” kata Mariamin pula dalam hatinya,” Seharusnyalah saya menjaga diriku supaya jangan menjangkit penyakitnya itu kepadaku. halaman 169 º pikiran ibunda Mariamin .....,” Demikianlah harapan ibu, akan tetapi anaku ini sudah tentu melarat di belakang hari, meskipun mereka itu tiada Allah, ya, Tuhanku, janganlahlah balas dosa orang tuanya kepada umat-Mu yang tiada bersalah ini halaman 112 d. Percakapan dialog dan monolog ¾ dialog º percakapan Mariamin dengan Aminuddin “Marilah kita naik, Angkang!” “Tak usah, riam,” jawab orang muda itu,”Saya datang ini hanya hendak bersua dengan kau sebenatr ini saya hendak pergi ke rumah seorang sahabatku yang baru datang dari Deli.” halaman 4 º percakapan Aminuddin dengan Mariamin “Bukankah engkau bersungut-sungut tadi?” tanya Aminuddin,” waktu itu kau berkata amatlah sakitnya jadi perempuan.” “pabila?” “Waktu kita menyiangi sawah tadi.” “Ya, apa sebabnya Angkakng menanyakan itu?” “O, bukan; saya hanya hendak memberi nasihat saja,yakni, haruslah kita sabar menerima pemberian Allah,” halaman 38 ¾ monolog º pikiran ibunda Mariamin Ia memandang muka Mariamin dengan mata yang menunjukan, betapa besar cintanya dan kasih sayangnya kepada anaknya itu.” Ya Allah,ya Tuhanku, kasihanilah hamba-Mu yang miskin ini,” mengucap ia di dalam hatinya, setelah anaknya pergi ke dapur. halaman 7-8 º pikiran ibunda Mariamin “ Pada waktu dahulu sudah tentu saya mendapat pemeliharaan yang senang, kalau saya sakit,” kata perempuan itu dalam hatinya. halaman 8 e. Tingkah laku tokoh º Mariamin diawalal cerita digambarkan sebagai anak yang baik dan penurut namun dikahir cerita Mariamin dikisahkan meninggal memprihatinkan. Setelah Mariamin menuangkan obat maknya ke dalam cangkir dan cangkir itu diletakkannya dekat si sakit, ia pun pergilah ke dapur akan bertanak.halaman 7 Lihatlah kuburan yang baru itu! Tanahnya masih merah....itulah tempat Mariamin, anak dara yang saleh itu, untuk beristirahat selama-lamanya. halaman 185 º Aminuddin di awal cerita digambarkan sebagai seorang yang baik ramh suka menolong namun di akhir cerita dia memilih menikah dengan wanita pilihan orang tuanya. “Tak usah, riam,” jawab orang muda itu,”Saya datang ini hanya hendak bersua dengan kau sebenatr ini saya hendak pergi ke rumah seorang sahabatku yang baru datang dari Deli.” halaman 4 Sekarang sampailah tulisannku ini kepada kabar meremukan hatimu. Ayah kita sudah satang ke medan membawa anak yang lain, dan kawan sehidupku. halaman 153 5. Latar a. rumah º rumah Sutan Baringin Jalan dan lorong makin sedang sembahyanh Magrib dalam mesjid besar dan perempuan tengah bertanak hendak menyediakan makanan untuknya tetapi siapah yang duduk disana, di sebelah rusuk rumah yang beratap ijuk dekat sungai yang mengalir di tengah-tengah kota Sipirok itu? halaman 2 º rumah orang tua Mariamin Dalam rumah kecil yang tersebut sudah sunyi, karena semua sudah diam, masing-masing tidur dengan nyenyaknya. Hanyalah lampau kecil yang terpasang di tepi dinding itu yang masih menyala dan cahayanya yang suram itu mencoba-coba melawan dan mengusir kekuatan dewi malam yang memerintahkan alam ini. halaman 16 b. alam sekitar º pemandangan kota Sipirok sore Dari yang panas itu berangsur-angsur menjadi dingin, karena matahari, raja siang itu, akan masuk ke dalam peraduannya, ke balik Gunung Sibualbuali, yang menjadi watas dataran tinggi Sipirok yang bagus itu. halaman 1 º Pemandangan kota Sipirok semakin sore Maka angin pun bertambahlah sedikit kerasnya, sehingga daun dan perlahan-lahan sebagai menunjukan kegirangannya, karena cahaya yang panas itu sudah bertukar dengan hawa yang sejuk dan nyaman rasanya.halaman 1 6. Tema ¾ sosial º perjodohan antara Aminudin dan orang Batak Sekarang sampailah tulisannku ini kepada kabar meremukan hatimu. Ayah kita sudah datang ke medan membawa anak yang lain, dan kawan sehidupku. halaman 153 º Mariamin menikah dengan Kasibun yang bengis Kesudahannya ia kawin dngan orang muda dari Padangsidempuan, orang muda yang tiada dikenalnya, orang muda yang tiada dicintainya, jodoh yang tak disukainya. halaman 162 º Sutan Baringin yang serakah dan suka berfoya-foya sehingga akhirnya jatuh miskin Akan tetapi karena ia sangat suka berpekara, maka harta yang banyak itu habis,sawah dan kerbau terjual, akan penutup ongkos-ongkos perkara, akhir-akhirnya.......jatuh miskin, sedang yang dicarinya dalam perkara itu tiada seberapa, bila dibandingkan dengan kerugiannya.halaman 25 7. Nilai ¾ nilai agama Marilah kita menyerahkan diri kepada Tuhan Yang Esa,” ujar orang muda itu, seraya menjabat tangan anak dara kecintaannya itu. halaman 7 ¾ nilai sosial º perjodohan Aminuddin dengan orang batak halaman 155 Sekarang sampailah tulisannku ini kepada kabar meremukan hatimu. Ayah kita sudah datang ke medan membawa anak yang lain, dan kawan sehidupku. halaman 153 º Mariamin dijodohkan karena sudah dewasa Kesudahannya ia kawin dngan orang muda dari Padangsidempuan, orang muda yang tiada dikenalnya, orang muda yang tiada dicintainya, jodoh yang tak disukainya. halaman 162 ¾ nilai budaya º Adat Minangkabau melarang pernikahan yang satu marga Maka barang siapa yang hendak kawin, tiadalah boleh mengambil orang yang semarga dengan dia. Umpanya laki-laki marga Siregar tiada boleh mengambil perempuan maraga siregar, meskiun mereka itu sudah jauh antaranya;artinya nenek-nenek moyang mereka itu, yang hidup beratus-satus tahun dahulu, yang bersaudara. halaman 139 8. Sikap pengarang º Merari Siregar ingin menggambarkan adat Minangkabau yang keras º pengarang juga ingin menggambarkan keserakahan Sutan Baringin sehingga mengakibatkan Azab dan kemelaratan bagi keluargananya º Pengarang juga ingin menggambarkan kerasnya adat Minangkabau membuat Mariamin semakin sengsara karena adat Minangkabau yang melarang menikah dengan semarga akhirnya Mariamin menikah dengan Kasibun yang bengis. 9. Tipe novel º sosial, karena banyak menceritakan kawin paksa, keserakahan, kemelaratan, kesengsaraan dan lika=liku hidup berumah tangga, DAFTAR PUSTAKA Siregar, Merari, Azab dan Pt Balai Pustaka Indonesia, 2010
novelnovel tersebut mengusung ideologi feminisme untuk melawan diskriminasi tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut, secara purposive dipilih sejumlah novel yang secara intens mengangkat isu ketidakadilan gender di bidang pendidikan dan pembagian ke~a di sektor publik. Novel-novel tersebut adalah Azab dan Sengsara (Merari Siregar, 1920), Sitti
- Azab dan Sengsara adalah novel karya Merari Siregar yang diterbitkan pertama kali tahun 1921 oleh Balai Pustaka. Cetakan ulangnya telah mencapai 29 kali di tahun 2009. Zuber Usman melalui buku Kesusastraan Baru Indonesia 1957 menilai, karya ini merupakan novel yang mula-mula terbit. Judul novel ini yang dipakai pertama kali adalah Azab dan Sengsara Seorang Anak Gadis. Tapi, pada edisi selanjutnya terjadi revisi judul hingga hanya ditulis Azab dan Sengsara. Sesuai judulnya, novel tersebut memberikan gambaran pilu mengenai kehidupan tokoh utamanya yang bernama Mariamin. Dia sudah jatuh tertimpa tangga, yang harus menghadapi berbagai persoalan tiada henti. Itulah yang menjadikannya tidak kuat lagi saat beban hidup berada di puncak tekanan batin. Sinopsis novel Azab dan SengsaraNovel Azab dan Sengsara berfokus pada sosok kehidupan wanita bernama Mariamin. Semenjak ayahnya meninggal, kehidupan Mariamin menjadi tidak menentu. Satu per satu masalah menghampirinya hingga menjadikannya merasa sengsara. Hal lain yang membuat pilu selain kematian ayahnya adalah kehilangan pria yang dicintainya. Mariamin telah lama menjalin asmara dengan Aminuddin. Bahkan, mereka sudah saling mengenal semenjak duduk di bangku sekolah dasar. Namun, nasib berkata lain. Kisah cinta mereka bubar lantaran Aminuddin menikahi wanita lain. Padahal, antara Mariamin dan Aminuddin awalnya bersepakat untuk menikah. Batin Mariamin makin sakit lagi tatkala dirinya menikah dengan Kasibun. Kasibun ternyata menyimpan penyakit kelamin menular. Hal itu membuat Mariamin menolak bersetubuh dengan suaminya itu. Gara-gara nafsu birahi yang tidak tersalurkan tersebut menjadikan mereka berdua cekcok. Kasibun yang mulai gelap mata, mulai memukul dan menyiksa Mariamin. Bagaimana kisah selanjutnya?Profil Merari SiregarMerari Siregar adalah sastrawan kelahiran Sipirok, Tapanuli, Sumatera Utara pada 13 Juli 1896. Saat itu, karya sastra yang dominan di masanya berupa hikayat. Merari menjadi penulis karya sastra dengan corak baru. Merari bukan hanya seorang penulis novel. Dia juga piawai dalam menyadur carita. Bahkan, hasil sadurannya cukup hidup dan tidak kelihatan bahwa cerita yang diangkat adalah saduran dari luar negeri. Mengutip situs Ensiklopedia Kemdikbud, riwayat pendidikan Merari tercatat pernah belajar di sekolah guru zaman Belanda, Kweekschool, lalu ke sekolah guru Oost en West di Gunung Sahari, Jakarta. Dia memperoleh ijazah dari Handelscrorrespondent Bond A di Jakarta pada 1923. Pekerjaan Merari dimulai sebagai guru bantu di Medan dan akhirnya dia pindah ke Jakarta. Di Ibukota, dia bekerja di Rumah Sakit CBZ RS Cipto Mangunkusumo. Dia berpindah pekerjaan lagi dan menuju Kalianget, Madura, untuk berkantor di Opium end Zouregie. Merari memiliki tiga anak dari pernikahannya. Mereka adalah Florentinus Hasajangu, Suzanna Tiurna Siregar, dan Theodorus Mulia Siregar. Saat kecil, Merari berada dalam lingkungan yang kental dengan ketaatan pada adat dan tradisi kawin paksa. Itulah yang membuatnya membuka mata saat dewasa, bahwa pola hidup masyarakat di Sipirok tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Dan, dirinya sangat ingin mengubah pandangan tersebut. Merari menghembuskan napas terakhir pada 23 April 1940. Dia meninggal di Kalianget, Madura. - Pendidikan Kontributor Ilham Choirul AnwarPenulis Ilham Choirul AnwarEditor Yulaika Ramadhani

NovelAzab dan Sengsara ini ditulis berdasarkan pengalaman dan pengamatan Merari Siregar sejak masa kedil.. Dalam novel ini Merari Siregar sering menyisipkan nasihat-nasihat langsung kepada pembacanya. Nasihat ini tidak ada hubungannya dengan kisah tokohnya karena maksud pengarang menyusun buku itu sebetulnya untuk menunjukkan adat dan

Biografi pengarang novel Azab dan Sengsara Merari Siregar lahir di Sipirok, Tapanuli, Sumatra Utara, 13 Juli 1896. Masa kecil dilalui penulis berdarah Batak ini di kampung halamannya. OIeh karena itu, sikap, perbuatan, dan jiwanya amat dipengaruhi oleh kehidupan masyarakat Sipirok. Saat itu, ia kerap menjumpai kepincangan-kepincangan khususnya mengenai adat, salah satunya kawin paksa. Setelah beranjak dewasa dan tumbuh menjadi orang terpelajar, Sastrawan Merari Siregar melihat keadaan sebagian masyarakat yang mempunyai pola berpikir yang sudah tak sesuai dengan tuntutan zaman. Oleh sebab itu, ia mulai tergerak untuk mengubah kebiasaan masyarakat yang dinilainya masih kolot, terutama penduduk Sipirok. Perubahan itu dilakukannya lewat goresan pena. Azab dan Sengsara menjadi karya tulisnya yang paling tersohor. Prosa berbentuk roman itu muncul saat pemerintah kolonial Belanda sedang gencar-gencarnya melaksanakan politik etis yang ditandai dengan berdirinya Conunissie Voor Volkslectuur Komisi untuk Bacaan Rakyat di tahun 1908. Merari Siregar, Azab dan Sengsara, dengan tokoh utamanya seorang gadis Batak bernama Mariamin. Kesadaran Mariamin terlihat ketika ia mengakhiri penderitaan yang menimpa dirinya akibat kawin paksa lewat pengajuan cerai. Penonjolan kesengsaraan tokoh Mariamin ini dimaksudkan Merari untuk menggugah para pembaca tentang penderitaan akibat kawin paksa. Walau begitu, kesadaran susila dalam roman ini digambarkan tetap teguh. Hal ini tercermin pada peristiwa ketika Mariamin dianiaya oleh suaminya karena menerima tamu laki-laki, sementara suaminya tidak di rumah. Dalam roman ini, Merari menyisipkan nasihat-nasihat langsung kepada pembaca. Nasihat ini tidak ada hubungannya dengan kisah tokohnya karena maksud pengarang menyusun buku itu sebetulnya untuk menunjukkan adat dan kebiasaan yang kurang baik kepada bangsanya. Seperti penuturannya berikut ini yang dikutip dari situs Laman Badan Bahasa, “Saya mengarang ceritera ini, dengan maksud menunjukkan adat dan kebiasaan yang kurang baik dan sempurna di tengah-tengah bangsaku, lebih-lebih di antara orang berlaki-laki. Harap saya diperhatikan oleh pembaca. Hal-hal dan kejadian yang tersebut dalam buku ini meskipun seakan-akan tiada mungkin dalam pikiran pembaca. Adalah benar belaka, cuma waktunya kuatur, artinya dibuat berturut-turut supaya ceritera lebih nyata dan terang”. Secara keseluruhan, Azab dan Sengsara memiliki ciri-ciri seperti Angkatan 20-an pada umumnya. Selain diwarnai dengan menguatnya kesadaran individu dan menipisnya kesadaran adat, roman ini juga menonjolkan penggambaran alam dan pengungkapan perasaan. Merari merintis karirnya sebagai pendidik dengan terlebih dahulu bersekolah di sekolah guru yang dulu dikenal dengan istilah Kweekschool kemudian dilanjutkan ke Oosr en West, Timur dan Barat’ yang berlokasi di Gunung Sahari, Jakarta. Selanjutnya pada tahun 1923, pendidikan keguruannya dilanjutkan di sekolah swasta yang didirikan oleh sebuah organisasi bernama Vereeniging Tot Van Oost En West. Setelah menyelesaikan studinya, Merari mengawali kiprahnya di dunia pendidikan dengan bekerja sebagai guru bantu di Medan. Dari ibukota provinsi Raja Pejuang Batak melawan Kolonialis Belanda. Sumatera Utara itu, ia kemudian pindah bekerja di Jakarta, tepatnya di Rumah Sakit CBZ atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama Rumah Sakit Mendirikan Indische Partij 1912 Cipto Mangunkusumo. Terakhir, ia bekerja di Opium end Zouregie di daerah Kalianget, Madura, hingga akhir hayatnya. Sastrawan Merari Siregar meninggal pada 23 April 1941. Ia meninggalkan tiga orang anak, yaitu Florentinus Hasajangu MS yang lahir 19 Desember 1928, Suzanna Tiurna Siregar yang lahir 13 Desember 1930, dan Theodorus Mulia Siregar yang lahir 25 Juli 1932. Sinopsis Novel Azab dan Sengsara Pengarang Merari Siregar Penerbit Balai Pustaka Tebal Buku 163 Halaman Kota terbit Jakarta Aminuddin adalah anak Baginda Diatas, seorang kepala kampung yang terkenal kedermawanan dan kekayaannya. Masyarakat disekitar Sipirok sangat segan dan hormat kepada keluarga itu. Adapun Mariamin, yang masih punya ikatan dengan keluarga itu, kini tergolong anak miskin. Ayah Mariamin, Sutan Baringin almarhum, sebenarnya termasuk keluarga bangsawan kaya. Namun, karena semasa hidupnya terlalu boros dan serakah, ia akhirnya jatuh miskin dan meninggal dalam keadaan demikian. Bagi Aminuddin, kemiskinan keluarga itu tidaklah menghalanginya unuk tetap bersahabat dengan Mariamin. Keduanya memang sudah berteman akrab sejak kecil dan terus meningkat hingga dewasa. Tanpa terasa benih cinta kedua remaja itu pun tumbuh subur. Belakangan, mereka sepakat untuk hidup bersama, membina rumah tangga. Aminuddin pun berjanji ingin mempersunting gadis itu jika kelak ia sudah bekerja. Janji pemuda itu akan segera dilaksanakan jika ia sudah mendapat pekerjaan di Medan. Aminuddin segera mengirim surat kepada kekasihnya bahwa ia akan segera membawa Mariamin ke Medan. Berita itu tentu saja amat menggermbirakan hati Mariamin dan ibunya yang memang selalu berharap agar kehidupannya segera berubah. Setidak-tidaknya, ia dapat melihat putrinya hidup bahagia. Niat Aminuddin itu disampaikan pula kepada kedua orang tuanya. Ibunya sama sekali tidak berkeberatan. Bagaimanapun, almarhum ayah Mariamin masih kakak kandungnya sendiri. Maka, jika putranya kelak jadi kawin dengan Mariamin, perkawinan itu dapatlah dianggap sebagai salah satu usaha menolong keluarga miskin itu. Namun, lain halnya pertimbangan Baginda Diatas, Ayah Aminuddin. Sebagai kepala kampung yang kaya dan disegani, ia ingin agar anaknya beristrikan orang yang sederajat. Menurutnya, putranya lebih pantas kawin dengan wanita dari keluarga kaya dan terhormat. Oleh karena itu, jika Aminuddin kawin dengan Mariamin, perkawinan itu sama halnya dengan merendahkan derajat dan martabat dirinya. Itulah sebabbya, Baginda Diatas bermaksud menggagalkan niat putranya. Untuk tidak menyakiti hati istrinya, Baginda Diatas mengajaknya pergi ke seorang dukun untuk melihat bagaimana nasib anaknya jika kawin dengan Mariamin. Sebenarnya, itu hanya tipu daya Baginda Diatas. Oleh karena sebelumnya, dukun itu sudah mendapat pesan tertentu, yaitu memberi ramalan yang tidak menguntungkan rencana dan harapan Aminuddin. Mendengar perkataan si dukun bahwa Aminuddin akan mengalami nasib buruk jika kawin dengan Mariamin, ibu Aminuddin tidak dapatberbuat apa-apa selain menerima apa yang menurut suaminya baik bagi kehidupan anaknya. Kedua orang tua Aminuddin akhirnya meminang seorang gadis keluarga kaya yang menurut Baginda Diatas sederajat dengan kebangsawanan dan kekayaannya. Aminuddin yang berada di Medan, sama sekali tidak mengetahui apa yang telah dilakukan orang tuanya. Dengan penuh harapan, ia tetap menanti kedatangan ayahnya yang akan membawa Mariamin. Selepas peminangan itu, ayah Aminuddin mengirim telegram kepada anaknya bahwa calon istrinya akan segera dibawa ke Medan. Ia juga meminta agar Aminuddin menjemputnya di stasiun. Betapa sukacita Aminuddin setelah membaca telegram ayahnya. Ia pun segera mempersiapkan segala sesuatunya. Ia membayangkan pula kerinduannya pada Mariamin akan segera terobati. Namun, apa yang terjadi kemudian hanyalah kekecewaan. Ternyata, ayahnya bukan membawa pujaan hatinya, melainkan seorang gadis yang bernama Siregar. Sungguhpun begitu, sebagai seorang anak, ia harus patuh pada orang tua dan adapt negerinya. Aminuddin tidak dapat berbuat apa-apa selain menerima gadis yang dibawa ayahnya. Perkawinan pun berlangsung dengan keterpaksaan yang mendalam pada diri Aminuddin. Berat hati pula ia mengabarkannya pada Mariamin. Bagi Mariamin, berita itu tentu saja sangat memukul jiwanya. Harapannya musnah sudah. Ia pingsan dan jatuh sakit sampai beberapa lama. Tak terlukiskan kekecewaan hati gadis itu. Setahun setelah peristiwa itu, atas kehendak ibunya, Mariamin terpaksa menerima lamaran Kasibun, seorang lelaki yang sebenarnya tidak diketahui asal-usulnya. Ibunya hanya tahu, bahwa Kasibun seorang kerani yang bekerja di Medan. Menurut pengakuan lelaki itu, ia belum beristri. Dengan harapan dapat mengurangi penderitaan ibu-anak itu, ibu Mariamin terpaksa menjodohkan anaknya dengan Kasibun. Belakangan diketahui bahwa lelaki itu baru saja menceraikan istrinya hanya karena akan mengawini Mariamin. Kasibun kemudian membawa Mariamin ke Medan. Namun rupanya, penderitaan wanita itu belum juga berakhir. Suaminya ternyata mengidap penyakit berbahaya yang dapat menular bila keduanya melakukan hubungan suami-istri. Inilah sebabnya, Mariamin selalu menghindar jika suaminya ingin berhubungan intim dengannya. Akibatnya, pertengkaran demi pertengkaran dalam kehidupan rumah tangga itu tak dapat dihindarkan. Hal yang dirasakan Mariamin bukan kebahagiaan, melainkan penderitaan berkepanjangan. Tak segan-segan Kasibun menyiksanya dengan kejam. Dalam suasana kehidupan rumah tangga yang demikian itu, secara kebetulan, Aminuddin dating bertandang. Sebagaimana lazimnya kedatangan tamu, Mariamin menerimanya dengan senang hati, tanpa prasangka apa pun. Namun, bagi Kasibun, kedatangan Aminuddin itu makin mengobarkan rasa cemburu dan amarahnya. Tanpa belas kasihan, ia menyiksa istrinya sejadi-jadinya. Tak kuasa menerima perlakuan kejam Kasibun, Mariamin akhirnya mengadu dan melaporkan tindakan suaminya kepada polisi. Polisi kemudian memutuskan bahwa Kasibun harus membayar denda dan sekaligus memutuskan hubungan tali perkawinan dengan Mariamin. Janda Mariamin akhirnya terpaksa kembali ke Sipirok, kampong halamannya. Tidak lama kemudian, penderitaanya yang silih berganti menimpa wanita itu, sempurna sudah dengan kematiannya. “Azab dan sengsara dunia ini telah tinggal di atas bumi, berkubur dengan jasad yang kasar itu.” hlm. 163. Unsur Ekstrinsik Unsur ektrinsik merupakan unsur luar yang turut mempengaruhi terciptanya karya sastra. Unsur ekstrinsik juga meliputi biografi pengarang, keadaan masyarakat saat karya itu dibuat, serta sejarah. Dari novel azab dan sengsara ini kita dapat melihat gambaran budaya dan keadaan masyarakat pada masa itu, ketika karya itu dibuat. Pendekatan Didaktis Pendekatan didaktis berusaha menemukan dan memahami gagasan, tanggapan evaluatif maupun sikap pengarang terhadap kehidupan. Gagasan maupun sikap itu dalam hal ini akan mampu terwujud dalam suatu pandangan etis, filosofis, maupun agamis, sehingga akan mengandung nilai-nilai yang mampu memperkaya kehidupan rohaniah pembaca. Nilai-nilai yang terdapat dalam novel Azab dan Sengsara diantaranya Nilai Moral Dari novel Azab dan Sengsara ini terdapat beberapa nilai moral yaitu kepatuhan seorang anak kepada orang tuanya. Mariamin contohnya, ia sangat berbakti pada ibunya. Dengan sabar dan ikhlas ia merawat ibunya yang sakit parah. Ia tak sedikit pun menyakiti hati ibunya dengan memperlihatkan rasa sedihnya karena ditinggal oleh Aminuddin. Selain itu, ia juga bekerja untuk membantu ekonomi keluarganya. Hal tersebut memperlihatkan rasa tanggung jawabnya sebagai seorang anak. Begitu pula ketika ibunya menginginkannya untuk menikah dengan seorang kerani yang bernama Kasibun, Mariamin tidak berani menolak karena tidak ingin menyakiti hati ibunya. Rasa patuh itu pun diperlihatkan oleh Aminuddin, ia yang sangat menginginkan Mariamin menjadi istrinya terpaksa harus menikahi gadis lain, karena ayahnya tidak menyetujui jika ia menikah dengan gadis yang status sosialnya tidak sepadan dengan keluarganya. Nilai moral lain yaitu isteri yang sangat berbakti dan mencintai suaminya apa adanya yang diperlihatkan oleh Nuria ibunda Mariamin. Ia tetap dengan tulus mencintai Sultan Baringin padahal perangai Sultan Baringin sangat buruk dan bahkan sering manyakiti hatinya. Dalam keadaan melarat pun ia masih tetap mencintai suaminya itu, merawatnya disaat sakit hingga ajal menjemputnya. Selain itu adik Sutan Baringin yang bernama Baginda mulia juga memperlihatkan kepada pembaca tentang nilai moral. Ia sangat menghormati kakaknya, padahal Sultan Baringin sangat membencinya dan bahkan menuduhnya ingin merebut harta warisan tinggalan neneknya. Ia pun tak begitu saja membenci kakaknya itu, ia berusaha agar Sultan Baringin dapat menerimanya dan tidak menuduhnya ingin merebut harta warisan. Namun kakaknya yang keras dan tetap menuntut agar diproses secara hukum. Nilai Agama Sebagai seorang umat yang beragama, ketika menghadapi cobaan hidup kita harus tetap bersabar, berusaha menghadapinya dengan tabah, dan bertawakal kepada Allah. Hal ini tercermin pada novel ini. Mariamin yang selalu mendapatkan sengsara karena kehidupan yang melarat, tidak bisa bersatu dengan kekasihnya, serta memperoleh suami yang jahat. Ia tidak sekali pun menyalahkan Tuhan karena telah memberikan cobaan yang berat. Begitu juga dengan ibunda Mariamin yang senantiasa sabar dan tabah dalam menghadapi suaminya yang selalu menyakitinya dengan ucapan maupun perbuatan yang kasar. Ia juga tidak sekali pun menyalahkan nasib. Nilai Budaya Nilai budaya yang menonjol pada novel ini yaitu adat masyarakat Sipirok waktu itu masih sangat kental akan adat melayu. Masih jelas sekali adanya perjodohan. Dalam hal perjodohan ini pun masih ada aturan yang berlaku, yaitu anak orang terpandang haruslah menikah dengan anak orang terpandang pula. Kemudian masyarakat yang masih sangat menghormati Kepala Kampungnya. Kepala kampung dianggap sebagai orang yang sangat tinggi kedudukannya. Nilai Pendidikan Nilai pendidikan yang dapat kita petik dari novel Azab dan Sengsara yaitu anak haruslah patuh pada kedua orang tua dan menuruti apa kata mereka selama itu bukan perbuuatan maksiat. Selain itu bahwa kita harus belajar untuk dapat bersabar karena orang yang bersifat baik belum tentu merasakan hidup yang baik pula. Nilai Sosial Dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar ini sangat menggambaran hubungan manusia dalam kehidupan bermasyarakat sangat jelas. Hubungan sosial tersebut meliputi sikap tolong-menolong, saling menghargai dan menghormati sesama manusia, peraturan-peraturan adat dalam pernikahan, dan sebagainya. Sikap tolong-menolong ditampakkan oleh tokoh Aminuddin ketika menolong Mariamin yang terjatuh di sungai. Saat itu, keduanya sedang meniti jembatan untuk menyeberangi sungai, namun naas bagi Mariamin karena terjerumus masuk sungai yang arusnya deras. Dengan sigap, Aminuddin melompat hendak menolong Mariamin. Sikap yang digambarkan oleh Aminuddin ini merupakan sikap yang mencerminkan hubungan sosial yang baik dalam kehidupan bermasyarakat. Sikap suka menolong juga ditampakkan oleh tokoh Aminuddin di sekolah. Dia sering membantu teman-temannya mengerjakan tugas-tugas yang dianggap susah. Walaupun Aminuddin pernah dimarahi oleh gurunya karena membantu temannya mengerjakan tugas, namun akhirnya gurunya menyadari bahwa sikap yang dilakukan oleh Aminuddin semata-mata untuk membantu sesama. Masyarakat yang ada di sekitar tempat tinggal Aminuddin pun memiliki sikap suka menolong. Hal ini terlihat saat seorang ibu melahirkan anaknya ketika ditinggal pergi oleh suaminya. Dalam keadaan yang serba kekurangan itulah, masyarakat membantu sang ibu, baik dari segi materi maupun mengurus rumah tangga karena sang ibu tidak dapat lagi berbuat apa-apa. Nilai Kekeluargaan Nilai-nilai kekeluargaan juga tergambar jelas dalam hubungan pernikahan. Masyarakat Batak yang menjadi latar tempat novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar ini sangat menjunjung tinggi adat yang sudah dilestarikan dari nenek moyang. Hal yang sangat kental dalam adat pernikahan adalah persukuan marga. Masyarakat Batak tidak akan menikah dengan marga yang sama karena masih dianggap sebagai saudara. Dalam hal pernikahan, mereka akan mencari jodoh pada marga yang lain. Secara kuantitas, peraturan-peraturan pernikahan ini akan memperluas kekerabatan masyarakat Batak. Mereka tidak hanya mengenal sesama marga, tetapi akan berupaya mengenal masyarakat dari marga lain. Hubungan pernikahan inilah yang menjadi penyambung komunikasi antara satu marga dengan marga lainnya. Selain sikap tolong-menolong, dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar ini digambarkan pula sikap saling menghargai dan menghormati sesama. Hal ini dapat dilihat saat Baginda Diatas berkunjung ke rumah Mariamin. Walaupun Baginda Diatas telah melukai hati Mariamin, namun Mariamin tetap menjamu Baginda Diatas sebagaimana layaknya seorang tamu. Masyarakat Batak akan selalu berupaya untuku tetap menyambung tali silaturahmi. Konflik yang pernah terjadi antara keluarga Aminuddin dan keluarga Mariamin seakan tidak pernah terjadi. Keluarga Mariamin menerima Baginda Diatas ayah Aminuddin dengan ramah-tamah. Begitu pula sebaliknya, Baginda Diatas memberikan bantuan kepada keluarga Mariamin karena tergolong keluarga miskin. Hubungan silaturahmi ini jelas sekali tergambar ketika Aminuddin berkunjung ke rumah Mariamin di Medan setelah mendapatkan berita bahwa Mariamin telah menikah dan tinggal di Medan bersama suaminya. Aminuddin mengunjungi Mariamin karena dianggap sebagai saudara sekampung. Pendekatan Sosiopsikologis Pendekatan sosiopsikologis berusaha memahami latar belakang kehidupan sosial budaya, kehidupan masyarakat, maupun tanggapan kejiwaan atau sikap pengarang terhadap lingkungan kehidupannya atau zamannya pada saat prosa fiksi diwujudkan. Kisah cinta abadi penuh duka antara Maraiamin dengan Aminudin. Dua sejoli yang dipisahkan oleh harapan akan nasib baik di tanah rantau, ternyata mendatangkan petaka yang memupus cinta Mariamin hingga ke lubang kematian. Inilah parodi yang paling gelap tentang stereotipe kota dan desa, bahwa tidak selamanya tanah rantau yang bagi kebudayaan Minang dianggap tanah harapan, selalu bisa memberi kebahagiaan. Aminuddin yang terjebak ke dalam nilai-nilai baru yang dianggapnya lenih baik, pada akhirnya tak pernah merasa kasih sayang sejati. Ia adalah potret manusia gagal yang senantiasa berlari, dan terus berlari. Kehidupan yang dijalani oleh manusia di dunia ini adalah kehidupan bermasyarakat karena manusia merupakan makhluk sosial. Seseorang tidak akan dapat hidup tanpa orang lain. Hubungan manusia dengan masyarakat harus dilihat sebagai hubungan seseorang dengan masyarakat secara terpadu bukan dengan manusia secara perseorangan. Hubungan itu merupakan realisasi dari dorongan naluri “bergaul” bagi manusia yang keberadaannya di dalam diri manusia sejak lahir manusia, tanpa dipelajari. Dalam hubungan itu, manusia akan melibatkan dirinya dalam masyarakat secara penuh tanpa mempersoalkan keuntungan dan kerugian yang diperolehnya dalam masyarakat itu. Akibat yang diperoleh dari hubungan ini, tentu saja ada. Karena manusia berhubungan dengan masyarakat, manusia itu akan menderita putus asa, terobsesi, merasa tidak pernah menerima keadilan, dan sebagainya. Manusia tidak bebas, selalu diteror atau meneror waktu, adalah suatu akibat yang ditimbulkan oleh hubungan manusia dengan masyarakat itu. Dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar, penggambaran hubungan manusia dalam kehidupan bermasyarakat sangat jelas. Hubungan sosial tersebut meliputi sikap tolong-menolong, saling menghargai dan menghormati sesama manusia, peraturan-peraturan adat dalam pernikahan, dan sebagainya. Sikap tolong-menolong ditampakkan oleh tokoh Aminuddin ketika menolong Mariamin yang terjatuh di sungai. Saat itu, keduanya sedang meniti jembatan untuk menyeberangi sungai, namun naas bagi Mariamin karena terjerumus masuk sungai yang arusnya deras. Dengan sigap, Aminuddin melompat hendak menolong Mariamin. Sikap yang digambarkan oleh Aminuddin ini merupakan sikap yang mencerminkan hubungan sosial yang baik dalam kehidupan bermasyarakat. Sikap suka menolong juga ditampakkan oleh tokoh Aminuddin di sekolah. Dia sering membantu teman-temannya mengerjakan tugas-tugas yang dianggap susah. Walaupun Aminuddin pernah dimarahi oleh gurunya karena membantu temannya mengerjakan tugas, namun akhirnya gurunya menyadari bahwa sikap yang dilakukan oleh Aminuddin semata-mata untuk membantu sesama. Masyarakat yang ada di sekitar tempat tinggal Aminuddin pun memiliki sikap suka menolong. Hal ini terlihat saat seorang ibu melahirkan anaknya ketika ditinggal pergi oleh suaminya. Dalam keadaan yang serba kekurangan itulah, masyarakat membantu sang ibu, baik dari segi materi maupun mengurus rumah tangga karena sang ibu tidak dapat lagi berbuat apa-apa. Nilai-nilai sosial juga tergambar jelas dalam hubungan pernikahan. Masyarakat Batak yang menjadi latar tempat novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar ini sangat menjunjung tinggi adat yang sudah dilestarikan dari nenek moyang. Hal yang sangat kental dalam adat pernikahan adalah persukuan marga. Masyarakat Batak tidak akan menikah dengan marga yang sama karena masih dianggap sebagai saudara. Dalam hal pernikahan, mereka akan mencari jodoh pada marga yang lain. Secara kuantitas, peraturan-peraturan pernikahan ini akan memperluas kekerabatan masyarakat Batak. Mereka tidak hanya mengenal sesama marga, tetapi akan berupaya mengenal masyarakat dari marga lain. Hubungan pernikahan inilah yang menjadi penyambung komunikasi antara satu marga dengan marga lainnya. Selain sikap tolong-menolong, dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar ini digambarkan pula sikap saling menghargai dan menghormati sesama. Hal ini dapat dilihat saat Baginda Diatas berkunjung ke rumah Mariamin. Walaupun Baginda Diatas telah melukai hati Mariamin, namun Mariamin tetap menjamu Baginda Diatas sebagaimana layaknya seorang tamu. Masyarakat Batak akan selalu berupaya untuku tetap menyambung tali silaturahmi. Konflik yang pernah terjadi antara keluarga Aminuddin dan keluarga Mariamin seakan tidak pernah terjadi. Keluarga Mariamin menerima Baginda Diatas ayah Aminuddin dengan ramah-tamah. Begitu pula sebaliknya, Baginda Diatas memberikan bantuan kepada keluarga Mariamin karena tergolong keluarga silaturahmi ini jelas sekali tergambar ketika Aminuddin berkunjung ke rumah Mariamin di Medan setelah mendapatkan berita bahwa Mariamin telah menikah dan tinggal di Medan bersama suaminya. Aminuddin mengunjungi Mariamin karena dianggap sebagai saudara sekampung. Pendekatan Emotif Pendekatan emotif adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan unsur-unsur yang menggugah perasan pembaca yang dapat berhubungan dengan keindahan penyajian bentuk maupun isi atau gagasan yang lucu dan menarik. Dalam novel Azab dan Sengsara, pengarang menyuguhkan rasa senang dan sedih kepada pembaca. Dalam kutipan di bawah ini “ Sejak kecil, Aminuddin bersahabat dengan Mariamin. Setelah keduanya beranjak dewasa, mereka saling jatuh cinta. Aminuddin sangat mencintai Mariamin dan berjanji akan melamar Mariamin bila telah mendapatkan pekerjaan. Keadaan yang miskin tidak menjadi masalah bagi Aminuddin.” Pengarang memberi perasaan senang kepada pembaca, karena cinta yang begitu tulus antara Mariamin dan Aminuddin, juga kesetiaan Mariamin memberikan rasa kagum dan terharu pada pembacanya. Kutipan cerita bahagia lainnya adalah “ Baginda mengirim telegram yang isinya meminta Aminuddin menjemput calon isteri dan keluarganya di stasiun kereta api di Medan. Menerima telegram tersebut, Aminuddin merasa sangat gembira. Dalam hatinya telah terbayang wajah Mariamin.” Setelah cerita di atas, tidak ada kebahagiaan lagi yang dimunculkan oleh pengarang. Hanya kesedihan dan kesengsaraan yang kerena dua insan yang saling mencintai yaitu Mariamin dan Aminuddin tidak dapat bersatu, mereka menikah dengan pilihan orang tua mereka yang bahkan tidak mereka cintai. Dalam salah satu penggalan cerita yaitu ketika Mariamin menikah dengan lelaki yang tidak dikenalnya, serta tidak jelas latar belakangnya. Lalu tidak lama kemudian pasca pernikahan mereka, ibu Mariamin tutup usia. Setelah setahun usia pernikahan, barulah Mariamin tahu benar seperti apa suami yang dinikahinya ini, sosok lelaki yang boros, malas bekerja, dan suka berfoya-foya. Dari sinilah awal mula penderitaan Mariamin diawali, Mariamin menikah dengan orang yang tidak tepat. Mariamin adalah seorang anak yang tidak memiliki orang tua hidup seorang diri, dan dalam kemalangannya menghadapi tabiat dan tingkah laku sang suami dirinya harus bertahan hidup dengan sisa uang yang tak seberapa demi anak dalam kandungannya. Serta rentetan cerita yang menceritakan penderitaan Mariamin yang tidak kunjung habis bahkan hingga akhir hayatnya. Penulis menceritakan setiap detil cerita dengan teliti dan tidak tergesa-gesa, penggunaan bahasa yang mendayu-dayu dan pemilihan kata yang tepat, sehingga tercipta gambaran pada pikiran pembaca bahwa disini keadaan Mariamin sangat menyedihkan dan sengsara oleh perilaku suaminya. Penulis berhasil memainkan perasaan pembaca karena penulis berhasil menarik pembaca untuk mengikuti alur cerita yang menghanyutkan perasaan. Penyusunan cerita yang seperti ini tidak lepas pula dari usaha dalam memberi nilai keindahan dalam karya sastra tersebut. Unsur Intrinsik Tema Novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar ini mengangkat tema tentang adat dan kebiasaan di masyarakat yang dapat membawa kesengsaraan dalam kehidupan. Adat dan kebiasaan yang dijelaskan dalam novel tersebut adalah adat dan kebiasaan menjodohkan anak yang menyebabkan kesengsaraan untuk dua anak manusia karena kasih tak sampai. Seperti yang terlihat dalam kutipan di bawah ini. Kedua laki-istri itu mufakat akan mencarikan jodoh anak mereka itu Merari Siregar, 1993122 Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa orang tua yang mencari dan menentukan jodoh untuk anak mereka tidak melakukan mufakat dengan anak terlebih dulu sebelumnya. Sehingga anak tidak dapat menolak ketika telah dijodohkan, walau pun ia tidak menyukai bahkan tidak mengenal seorang yang akan menjadi jodohnya. Karena jika ia menolak dapat membuat malu keluarga. Orang tua juga dalam menentukan jodoh melihat dari latar belakang keluarga calon menantu. Apakah sudah sepadan dengan mereka atau belum? Sehingga walau pun sang anak telah memiliki seseorang yang dicintai, akan tetapi jika tidak dari keluarga dengan latar belakang yang tinggi atau sepadan dengan mereka tidak dapat diterima sebagai menantu. Hal ini karena dianggap tidak pantas dan akan merendahkan martabat mereka di mata masyarakat karena memiliki menantu dari kalangan yang rendah. Sehingga akhirnya anak yang akan menjadi korban dan akan menanggung sengsara karena adat dan kebiasaan ini. Seperti pada kutipan di bawah ini. Mariamin anak orang miskin akan mejadi istri anak mereka itu? Tentu tak mungkin, karena tak patut! Merari Siregar, 1993122 Kutipan di atas menunjukkan bahwa orang tua tidak setuju atau tidak sudi memiliki menantu dari kalangan keluarga yang rendah atau miskin. Hal ini lagi-lagi karena dianggap dapat merendahkan martabat di mata masyarakat. Karena mereka merupakan keluarga terpandang yang seharusnya juga memiliki menantu dari keluarga terpandang. Walau pun Aminuddin telah memiliki seorang yang dicintai yaitu Mariamin, dan tali persaudaraan mereka juga masih dekat. Tetapi tetap orang tua tidak menginginkannya. Seperti pada kutipan di bawah ini. Oleh sebab itu tiadalah ingin mereka itu lagi datang ke rumah istri mendiang Sutan Baringin menanyakan anak dara kesukaan Aminuddin itu, sungguhpun pertalian mereka masih dekat Merari Siregar, 1993122 Kutipan di atas menunjukkan bahwa orang tua Aminuddin tidak peduli dengan perasaan Aminuddin terhadap Mariamin. Atau tali silaturrahmi keluarga mereka yang dapat dipererat lagi dengan pernikahan Aminuddin dan Mariamin. Hal ini karena mereka lebih mementingkan adat atau kebiasaan dan pandangan masyarakat nanti jika menjadikan Mariamin menantu. Ayahnya itu membawa anak gadis yang bagus, akan tetapi tetap bukanlah Mariamin yang diharap-harapkannya itu Merari Siregar, 1993135 Bagaimana pertemuan anak muda itu tak dilukiskan di sini. Tiadalah dapat menuliskan sedih dan pilu, kesal dan kecewa yang diderita hati anak muda remaja itu … Merari Siregar, 1993135 Kutipan di atas menunjukkan bahwa orang tua Aminuddin membawa gadis lain pilihan mereka untuk dinikahkan tanpa mufakat dengan Aminuddin terlebih dahulu. Ini menyebabkan sakit dan derita yang berat untuk Aminuddin, karena harus menikah dengan gadis yang tidak dicintai bahkan tidak dikenalnya. Apalagi ia juga tidak dapat menolak keinginan orang tuanya itu. Karena akn menyebabkan malu untuk keluarga. Hal itu juga belum pernah terjadi di kebiasaan dan bukan adat mereka menolak gadis yang telah dijemput orang tua untuk dinikahkan. Seperti pada kutipan di bawah ini. Apatah kata bapaknya nanti, bila anak gadis yang telah dijemput ayahnya itu dikembalikan kepada orang tuanya? Itu belum penah kejadian dan bukan adat! Merari Siregar, 1993136. Bukan hanya Aminuddin yang harus menderita karena harus menikah dengan gadis lain. Tetapi juga Mariamin yang juga akhirnya mengalami hal yang sama yaitu diodohkan dengan laki-laki yang tidak dicintai bahkan dikenalnya. Karena adat dan kebiasaan ini. Seperti pada kutipan di bawah ini. Kesudahannya ia kawin dengan orang muda dari Padangsidempuan, orang muda yang tiada dikenalnya, orang muda yang tiada dicintainya, jodah yang tak disukainya Merari Siregar, 1993145 Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa akhirnya Mariamin juga melakukan kebiasaan dan adat perjodohan tersebut. Apalagi laki-laki yang menjadi suaminya memiliki penyakit mematikan yang dapat menular ketika berhubungan badan dengan Mariamin. Kenyataan pedih ini harus dihadapi Mariamin karena adat dan kebiasaan perjodohan. Ketika lelaki yang akan menjadi pasangan hidup kita ditentukan oleh orang lain sekalipun orang tua. Tetapi belum kita kenal dia dengan baik. Sehingga perangai buruknya baru terlihat setelah menikah. Hal ini menyebabkan kesengsaran yang pedih. Seperti yang harus dialami Mariamin. Seperti pada kutipan di bawah ini. “patutlah ia pucat dan kurus.” Kata Mariamin pula dalam hatinya. “seharusnyalah aku menjaga diriku supaya jangan menjangkit penyakitnya itu kepadaku Merari Siregar, 1993150 Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Mariamin kaget ketika mengetahui lelaki yang menjadi suaminya memiliki penyakit yang mematikan. Hal ini terjadi karena sebelum menikah mereka belum saling mengenal satu sama lain, karena adat dan kebiasaan perjodohan tersebut. Dari penjelasan-penjelasan di atas menunjukkan kesengsaraan yang harus dialami oleh dua anak manusia yaitu Aminuddin dan Mariamin karena adat dan kebiasaan perjodohan yang memisahkan cinta mereka. Latar Latar Tempat Kota Sipirok Akan tetapi siapakah yang duduk di sana, di sebelah rusuk rumah yang beratap ijuk dekat sungai yang mengalir di tengah-tengah kota Sipirok Merari Siregar, 20102 Kutipan di atas dapat diketahui bahwa Sipirok merupakan latar yang digunakan dalam novel. Sipirok merupakan sebuah tempat dengan kehidupan yang masih sederhana atau bukan sebuah kota besar yang ditandai dengan rumah kecil beratap ijuk dipinggir sungai. Sipirok juga merupkan tempat dengan masyarakat yang masih hidup berdasarkan adat dan kebiasaan terdahulu yaitu termasuk adat atau kebiasaan perjodohan anak oleh orang tua. Seperti pada kutipan di bawah ini. Dalam perkawinan, perkataan orang tualah yang berlaku, dan anak itu hanya menurut saja Merari Siregar, 2010127 Kutipan di atas menunjukkan bahwa perjodohan merupakan adat atau kebiasaan yang biasa di lakukan. Orang tua mencarikan jodoh dan anak hanya harus menuruti keinginan orang tua. selain itu terdapat adat atau kebiasaan di Sipirok seperti pada kutipan di bawah ini. Laki-laki sedang sembahyang Magrib di masjid besar dan perempuan tengah bertanak hendak menyediakan makanan untuknya anak beranak Merari Siregar, 20102 Dari kutipan di atas menunjukkan di Sipirok di saat magrib dengan kebiasaan laki-laki pergi ke masjid sedangkan perempuan memasak di dapur. Kebiasaan tersebut menunjukkan Sipirok merupakan tempat yang sederhana, bukan kota besar seperti Medan atau Padang. Batu besar “Sahut gadis itu seraya berdiri dari batu besar itu, yang biasa tempatdia duduk pada waktu petang.” Marilah kita naik, Angkang!” “Tak usah Riam,”jawab orang muda itu.” Dari kutipan di atas diketahui bahwa batu besar tempat Riam biasa duduk ketika petang menunggu kedatangan Aminuddin merupakan tempat perpisahannya dengan Aminuddin. Rumah Mariamin … rumah kecil tempat kediaman ibu dan anaknya itu Merari Siregar, 201017 Kutipan di atas menunjukkan rumah kecil di pinggir sungai yang merupakan rumah Mariamin. Rumah kecil Mariamin di pinggir sungai yang beratap ijuk menunjukkan azab dan kesengsaraan yang harus dihadapi tokoh Mariamin dan keluarga. Karena tinggal di rumah tepi sungai yang hanya beratap ijuk. Seperti pada kutipan di bawah ini. Akan tetapi siapakah yang duduk di sana, di sebelah rusuk rumah beratap ijuk dekat sungai yang mengalir di tengah-tengah kota Sipirok Merari Siregar, 20102 Kampung A Anak muda itu anak kepala kampung yang memerintahkan kampung A itu Merari Siregar, 201018 Kutipan di atas menunjukkan kampung A yaitu kampung tempat tinggal Aminuddin yang merupakan anak kepala kampung. Hal ini semakin menunjukkan perbedaan sosial antara Aminuddin dan Mariamin yang hanya gadis miskin. Sawah Pada suatu petang, sedang mereka di sawah, Mariamin menyiangi padinya, … Merari Siregar, 201032 Kutipan di atas menunjukkan latar sawah tempat Mariamin bekerja. Hal ini sesuai dengan Sipirok yang bukan sebuah kota besar, sehingga penduduknya bekerja sebagai petani. Sehingga mereka belum tersentuh perkembangan zaman seperti di kota. Sehingga masih mengikuti adat atau kebiasaan lama. Tepi sungai Tiada berapa lama sampailah mereka ke tepi sungai yang akan diseberangi mereka itu Merari Siregar, 201051 Kutipan ini dapat dijelaskan merupakan latar tempat yang penting karena di sana cinta antara Aminuddin dan Mariamin semakin tumbuh dalam setelah Aminuddin menyelamatkan Mariamin dari banjir. Sehingga ia berhutang nyawa. Stasiun Pulau Berayan Setelah habis mandi dan berpakaian, pergilah Aminuddin ke stasiun Pulau Berayan, … Merari Siregar, 2010148 Latar Stasiun merupakn tempat Aminuddin bertemu dengan calon istri yang dibawa ayahnya. Calon istri yang bukan Mariamin. Latar ini berkaitan dengan tema dan alur dalam novel. Karena tema perjodohan yang mendatangkan kesengsaraan dan alur cerita bahwa Aminuddin bekerja di Deli. Deli Setelah lengkaplah sekalian, Baginda di atas pun berangkatlah ke Deli mengantarkan menantunya Merari Siregar, 2010142 Kutipan di atas menunjukkan bahwa Baginda Diatas yang adalah ayah dari Aminuddin akan mengantarkan calon istri Aminuddin ke Deli tempat Aminuddin bekerja. Calon istri lain yang bukan Mariamin seperti yang diharapkan Aminuddin. Latar ini berkaitan dengan tema perjodohan dalam novel. Medan Ia sudah mendengar kabar perkawinan Mariamin itu, itulah sebabnya ia datang ke Medan, dengan maksud hendak bersua dengan Mariamin, sahabatnya yang tak dilupakannya itu Merari Siregar, 2010172 Kutipan di atas menunjukkan kota Medan sebagai latar tempat dalam novel. Karena berkaitan dengan alur cerita bahwa Mariamin menikah dengan seorang pria yang tinggal di Medan. Sehingga sudah tentu Mariamin harus ikut suaminya tinggal di medan. Latar ini berkaitan dengan konflik atau alur cerita dalam novel. Yaitu kesengsaraan Mariamin setelah menikah. Latar Waktu Sore hari Dari yang panas itu berangsur-angsur menjadi dingin, karena matahari, raja siang itu, akan masuk ke dalam peraduannya, kebalik gunung Gunung Sibualbuali, ayng menjadi watas dataran tinggi Sipirok itu Merari Siregar, 20101 Dari kutipan di atas diketahui bahwa ketika sore adalah salah satu latar waktu yang digunakan novel. Ini untuk menjelaskan adat dan kebiasaan penduduk Sipirok ketika sore yaitu pulang ke rumah atau berhanti bekerja. atau menuju malam yaitu seperti lelaki yang bertandang ke rumah gadis yang disukainya. Malam hari “Ah, rupanya hari sudah malam. Dari tadi saya menunggu Angkang,” … Merari Siregar, 20104 Kutipan di atas menunjukkan kebiasaan pemuda dan gadis penduduk Sipirok ketika malam hari yaitu menunggu kedatangan sang kekasih untuk bertandang atau berkunjung. Latar ini berkaitan dengan tema adat dan kebiasaan perjodohan yang mendatangkan kesengsaraan dalam novel. sehingga itu pengarang juga menampilkan adat atau kebiasaan penduduk dari sore hari untuk menunjukkan adat atau kebiasaan mana yang perlu diteruskan atau tidak. Pagi hari Waktu pukul tujuh pagi Mariamin sudah sedia di hadapan rumahnya menantikan Aminuddin, supaya mereka itu sama-sama pergi ke sekolah Merari Siregar, 201029 Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa sejak sekolah Aminuddin dan Mariamin selalu bersama-sama. Sehingga menumbuhkan cinta dan kasih diantara mereka. Terlihat dari latar waktu pagi Mariamin selalu menunggu Aminuddin agar pergi ke sekolah bersama-sama. Hari pertama Tepat hari pertama, setelah Mariamin sembuh, maka datanglah Baginda Diatas dengan istrinya membawa nasi bungkus ke rumah ibu Mariamin Merari Siregar, 2010158 Kutipan di atas menunjukkan waktu ayah dan ibu Aminuddin datang ke rumah Mariamin menyampaikan permintaan maaf Aminuddin karena telah berjanji akan menikah dengan Mariamin, tetapi tidak jadi karena adat dan kebiasaan yang telah mendatangkan azab dan kesengsaraan untuk dua makhluk Tuhan itu. Hari Jumat Waktunya berangkat pumn sudah dekat, yakni besok hari Jumat, karena kawan di jalan telah dapat Merari Siregar, 2010163 Kutipan di atas menunjukkan hari jumat adalah hari Mariamin meninggalkan Sipirok dan pergi ke Medan bersama suaminya yang tinggal di sana. Tanggal enam belas Adapun orang itu tiadalah lain memang Aminuddin. Waktu itu tanggal enam belas waktu istirahat bagi orang kebun Merari Siregar, 2010172 Kutipan di atas menunjukkan kedatangan Aminuddin ke rumah Kasibun suami Mariamin. Waktu tanggal enam belas meruapakan hari libur sehingga tepat untuk Aminuddin berkunjung ke Mariamin. Ini berkaitan dengan alur cerita dalam novel, bahwa Aminuddin juga bekerja di Medan sehingga untuk melepaskan rindu pada Mariamin, ketika libur bekerja ia datang berkunjung. Pukul setengah dua belas Pukul setengah dua belas, pulanglah Aminuddin meninggalkan rumah itu, meninggalkan Mariamin Merari Siregar, 2010177 Kutipan di atas menunjukkan singkatnya pertemuan antara Aminuddin dan Mariamin. Hal ini semakin menujukkan penderitaan yang harus dialami Mariamin, karena adat dan kebiasaan perjodohan dalam novel. Pagi hari Pada suatu pagi sedang jalan-jalan kota Medan belum berapa ramai, keluarlah Mariamin dari rumahnya. Ia berlari ke jalan besar, lalu naik kereta yang ada di situ Merari Siregar, 2010179 Kutipan di atas menunjukkan ketika pagi Mariamin pergi dari rumah Kasibun untuk pergi dan melapor ke polisi atas semua perlakuan kasar Kasibun terhadapnya. Hal ini menjadi petunjuk bahwa Mariamin ingin mengakhiri segala azab dan kesengsaraan dalam hidupnya. Latar Sosial Perjodohan Dalam perkawinan, perkataan orang tualah yang berlaku, dan anak itu hanya menurut saja Merari Siregar, 2010127 Dari kutipan di atas diketahui bahwa perjodohan merupakan adat yang telah dari leluhur terdahulu sehingga tetap dipertahankan. Walau pun banyak mendatangkan azab dan kesengsaraan. Seperti yang dialami Aminuddin dan Mariamin. Lelaki bertandang ke rumah gadis “Ah, rupanya hari sudah malam. Dari tadi saya menunggu Angkang,” … Merari Siregar, 20104 Kutipan di atas menunjukkan kebiasaan di Sipirok yaitu lelaki datang ke rumah gadis yang disukai pada malam hari. Tidak boleh menikah dengan orang yang memiliki nama marga yang sama Maka barang siapa yang hendak kawin, tiadalah boleh mengambil orang yang semarga dengan dia. Umpamanya laki-laki bermarga Siregar tiada boleh mengambil perempuan marga Siregar, … Merari Siregar, 2010139 Lelaki lebih mementingkan penampilan daripada perempuan Sebagai dimaklumi orang di Medan amat berahi akan potongan pakaian yang bagus, lebih-lebih di antara laki-lakinya, sedangkan perempuannya kurang Merari Siregar, 2010149 Dari kutipan di atas diketahui bahwa kebiasaan di Medan bahwa lelaki lebih memntingkan pakaian daripada perempuan, berbeda dengan di tempat lain yang perempuan sangat memerhatikan pakiannya. Menikah dengan keluarga dari kalangan yang sepadan atau bahkan lebih tinggi Mariamin anak orang miskin akan mejadi istri anak mereka itu? Tentu tak mungkin, karena tak patut! Merari Siregar, 2010135 Dari kutipan di atas diketahui bahwa orang Sipirok memiliki pandangan harus menikah dengan orang yang sepadan atau bahkan lebih tinggi dari derajatnya. Hal ini untuk menghindari malu keluarga di mata masyarakat, karena akan merendahkan pandangan masyarakat terhadap keluarga tersebut. Perdukunan Kamu mengatakan Mariamin juga yang baik menantu kita; kalau demikian baiklah kita pergi mendapatka Datu Naserdung Merari Siregar, 2010136 Dari kutipan di atas menunjukkan kebiasaan menanyakan nasib kepada dukun. Termasuk tentang jodoh yang baik. Hal ini juga yang menyebakan kesengsaraan bagi Aminuddin dan Mariamin. Alur Alur yang digunakan dalam novel “Azab dan Sengsara” adalah alur campuran, karena di dalam novel memiliki runtutan alur yang terdapat alur maju dan alur mundur yang dapat dilihat dari analisis dan penjelasan di bawah ini. Situation Merupakan penggambaran dan pengenalan latar dan tokoh cerita. Dalam novel “Azab dan Sengsara” penggambaran dan pengenalan latar” penggambaran dan pengenalan latar adalah di sore hari ketika orang pulang ke rumah setelah bekerja dan melakukan kebiasaan-kebiasaan mereka. Seperti pada kutipan di bawah ini. Dari yang panas berangsur-angsur menjadi dingin, karena matahari, raja siang itu, akan masuk ke dalam peraduannya kebalik gunung Sibualbuali, yang menjadi watas dataran tinggi Sipirok Merari Siregar, 199311 Dari kutipan di atas diketahui latar dalam novel yaitu Sipirok. Sedangkan penggambaran kebiasaan penduduk Sipirok terdapat dalam kutipan di bawah ini. Laki-laki sedang sembahyang Magrib di masid besar dan perempuan tengah bertanak hendak menyediakan makanan untuknya anak-beranak Merari Siregar, 199312 Penggambaran dan pengenalan tokoh dalam novel “Azab dan Sengsara” adalah ketika Mariamin menunggu kedatangan Aminuddin berkunjung ke rumahnya. Seperti pada kutipan di bawah ini. “Masih di sini kau rupanya, Riam,” tanya seorang muda yang menghampiri batu tempat duduk gadis itu Merari Siregar, 199313 Dari analisis di atas dapat dijelaskan bahwa tahap situation yang terdapat dalam novel “Azab dan Sengsara” adalah penggambaran dan pengenalan latar di Sipirok yang merupakan sebuah daerah dataran tinggi di Sumatra yang masih hidup dengan kebiasaan dan adat terdahulu. Yaitu berhenti bekerja hanya samapi senja hari dan perempuan atau pengenalan tokoh Mariamin yang menunggu kedatangan Aminuddin berkunjung yang merupakan kebiasaan bahwa lelaki datang berkunjung ke rumah gadis yang disukainya. kampung A tempat tinggal Aminuddin dan keluarganya. Ayahnya seorang kepala kampung A yang disegani masyarakat. seperti pada kutipan di bawah ini. … dan itulah tempat lahir dan tinggal Aminuddin, seorang anak muda yang beru berumur dekapan belas tahun. Anak muda itu anak kepala kampung yang memerintah kampung A itu Merari Siregar, 199324 Dari kutipan di atas diketahui bahwa Aminuddin memiliki derajat sosial yang tinggi karena merupakan anak dari kepala kampung yang kaya dan banyak disegani masyarakat. seperti pada kutipan di bawah ini. Ayah Aminuddin bolehlah dikatakan seorang kepala kampung yang terkenal di antero luhak Sipirok Merari Siregar, 199324 Generating Circumstances Merupakan tahap pemunculan konflik, dan peristiwa-peristiwa yang menyebabkan terjadinya konflik mulai dimunculkan. Penggambaran dan pengenalan tokoh Mariamin yang sedang menunggu kedatangan Aminuddin kekasihnya dengan hati cemas karena sudah petang belum juga datang . Hingga akhirnya Aminuddin datang yang membuat lega hati Mariamin. Seperti dalam kutipan di bawah ini. “belumkah ia datang? Sakitkah dia? Apakah sebabnya ia sekian lama tak kulihat?” tanya perempuan itu berulang-ulang dalam hatinya Merari Siregar, 199312 Dari kutipan di atas terlihat Mariamin yang termenung berbicara dalam hati, karena Aminuddin tidak datang juga. Perasaannya semakin melayang-layang karena sudah petang juga Aminuddin belum datang. Hingga akhirnya Aminuddin datang yang membuat hati Mariamin lega. Seperti pada kutipan di bawah ini. “Ah, rupanya hari sudah malam. Dari tadi saya menunggu-nunggu Angkang,” Merari Siregar, 199313 Setelah kedatangan Aminuddin yang ditunggu. Mulailah Aminuddin mengucapakan maksud kedatangannya mengunjungi Mariamin. Maksud hendak mengucapkan selamat tinggal karena akan pergi mencari pekerjaan ke Deli Medan. Hal ini yang membuat hati Mariamin kembali murung dan bersedih, karena akan ditinggalkan Aminuddin. Berat hati Mariamin akan melepas kepergian Aminuddin. Seperti yang terlihat dalam kutipan di bawah ini. Saya bermaksud hendak pergi ke Deli mencari pekerjaan. Ingatlah saya pergi bukan meninggalkan engkau, tetapi mendapatkan engkau Merari Siregar, 199314 Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa Aminuddin meyakinkan Mariamin bahwa ia pergi bukan untuk meninggalkan kekasihnya itu, tetapi untuk bersama nanti. Aminuddin pergi untuk mencari pekerjaan karena tidak mungkin selamanya ia akan bergantung pada harta warisan orang tua. setelah mendapatkan pekerjaan ia pun akan kembali untuk mendapatkan Mariamin. Tahap ini juga ditandai dengan datangnya surat Aminuddin dari Deli setelah sekian lama tanpa kabar. Aminuddin mengatakan bahwa ia telah mendapatkan pekerjaan. Hal ini membuat penderitaan yang dialami Mariamin terasa lebih ringan. Karena akan segera bersama dengan Aminuddin. Seperti dalam kutipan surat di bawah ini. Dengan girang hatiku, Kakanda memaklumkan kepada Adinda, bahwa Kakanda telah beroleh pekerjaan, … Merari Siregar, 1993118 Dari kutipan di atas terlihat kebahagiaan yang tersirat dari isi surat Aminuddin untuk Mariamin. Setelah lama tak ada kabar akhirnya datang surat yang mengembirakan bahwa Aminuddin telah mendapatkan pekerjaan. Setelah itu Mariamin menulis surat balasan untuk Aminuddin bahwa ibunya telah setuju untuk Aminuddin mengambil Mariamin. Seperti dalam kutipan berikut. Tentang pikiran Adinda, ibu kita adalah bersetuju dengan permintaan Adinda Merari Siregar, 1993119 Aminuddin pernah menolong Mariamin di sungai ketika banjir besar terjadi. Hal ini membuat tali persahabatan mereka semakin erat dan menumbuhkan kasih sayang diantara mereka berdua. Mariamin merasa utang nyawa pada Aminuddin dapat dibayarnya nanti ketika dewasa. Seperti pada kutipan di bawah ini. Pada waktu yang sekejap itu tampaklah oelh Aminuddin Mariamin terapung sebentar. Dengan secepat-cepatnya ia pun menangkap anak perempuan itu, lalu didekapnya dengan tangan kirinya, … Merari Siregar, 199354 Dari kutipan di atas terlihat Aminuddin yang dengan sigap dan cepat menangkap Mariamin yang telah terapung di sungai yang banjir. Mariamin yang merasa telah berhutang budi pada Mariamin memutuskan untuk membalasnya ketika mereka telah dewasa. Seperti padakutipan di bawah ini. Ya, di belakang hari, bila ia sudah besar, tentu mengertilah ia akan makna “Utang mas dapat dibayar, utang budi dibawa mati” Merari Siregar, 199354 Rising Action Adalah tahap yang memperlihatkan peristiwa-peristiwa yang mulai memuncak. Tahap ini ditandai dengan datangnya surat dari Baginda Mulia untuk Sutan Baringin ayah Mariamin bahwa ia akan pulang ke Sipirok setelah lama tinggal di Deli. Ayah Mariamin yang berburuk sangka menyangka kedatangan Baginda Mulia saudaranya akan meminta bagian warisan peninggalan orang tua. Padahal bukan hal tersebut yang menjadi tujuan Baginda Mulia. Seperti pada kutipan di bawah ini. “Bulan dimuka ia datang, tiada lama lagi; … Tapi siapa tahu, aku harus mencari akal,” … Merari Siregar, 199384 Dari kutipan di atas terlihat kelicikan Sutan Baringin yang tidak ingin memberikan bagian harta saudaranya. Walau pun itu adalah hak dari Baginda Mulia dan kewajibannya untuk memberikan. Climaks Merupakan tahap alur yang memperlihatkan puncak dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi sejak dari bagian situation. Tahap ini ditandai dengan perkara harta warisan Baginda dan Sutan Baringin yang di bawa ke Pengadilan. Karena Sutan Baringin tidak ingin berdamai dan hidup rukun dengan Baginda walau telah dibujuk. Seperti dalam kutipan di bawah ini. “Diam, tak kukenal kau, engkau datang ke sini sebagai pencuri tengah malam, ayoh, nyah!” kata Sutan Baringin dengan suara kasar Merari Siregar, 199395 Setelah mendengar perkataan kasar Sutan Baringin Baginda Mulia memutuskan untuk membawa perkara tersebut ke pengadilan. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Setelah lewat sebulan, sampailah perkara itu ke tangan pengadilan di Padangsidempuan, ibu negeri Pengadilan dengan Sipirok Merari Siregar, 199395 Di pengadilan perkara dimenangkan pihak Baginda Mulia. Sutan Baringin yang tidak puas membawa perkara hingga ke Pengadilan di Jakarta, tetapi tetap dimenangkan oleh Baginda Mulia. Hingga akhirnya Sutan Baringin hidup melarat bersama keluarganya. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Sekarang pulanglah ia ke kampung seorang diri, membawa malu, kehinaan, mendukung kemiskinan dan kemelaratan, karena harta telah habis musnah dalam waktu yang sekian pendek itu Merari Siregar, 199398 Denoument Tahap alur yang ditandai oleh adanya pemecahan soal dari semua peristiwa. Tahap ini ditandai dengan kematian Sutan Baringin sakit dan akhirnya meninggal dunia dan meninggalkan azab dan kesengsaraan untuk anak dan istrinya. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Kemudian berkatalah Sutan Baringin,”Ajalku sudah sampai … Merari Siregar, 1993109 Kutipan di atas menunjukkan akhir dari kehidupan Sutan Braingin di dunia. Tetapi merupakan awal dari kesengsaraan hidup yang harus dilalui istri dan anak-anaknya yaitu Nuria istrinya dan Mariamin anaknya Penokohan Berikut ini tokoh dan penokohan yang terdapat dalam novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar. Mariamin Penurut “Sedapat-dapatnya anakanda akan menurut perkataan Bunda itu,” sahut Mariamin, akan tetapi dalam hatinya ia merasa bala yang akan menimpanya Merari Siregar, 1993147 Dari kutipan di atas menunjukkan sifat penurut Mariamin kepada orang tua. Walau pun dalam hatinya merasa resah dan khawatir tentang akan hal yang akan dilakukan. Tetapi ia tidak ingin mengecewakan hati orang tuanya. Perhatian “Sudahlah berkurang sesaknya dada ibuku itu?” tanyanya sambil dirabanya muka ibunya yang sakit itu Merari Siregar, 199316 Dari kutipan di atas menunjukkan perhatian Mariamin pada ibunya yang sakit. Ia terus bertanya bagaimana keadaan sang ibu apakah sudah membaik atau semakin parah. Lemah lembut “Mengapa Angkang bertanya lagi?” jawab Mariamin, perempuan muda itu dengan suara yang lembut, karena itulah kebiasaannya; jarang atau belumlah pernah ia berkata marah-marah atau merengut, selamanya dengan ramah tamah, lebih-lebih dihadapan anak muda, sahabatnya yang karib itu Merari Siregar, 199314 Dari kutipan di atas menunjukkan sifat lemah lembut Mariamin. Terlihat dari caranya bertutur kata kepada Aminuddin. Ramah … karena itulah kebiasaannya; jarang atau belumlah pernah ia berkata marah-marah atau merengut, selamanya dengan ramah tamah, lebih-lebih dihadapan anak muda, sahabatnya yang karib itu Merari Siregar, 199314 Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Mariamin adalah seorang gadis yang ramah dalam bertutur kata kepada siapapun. Apalagi kepada Aminuddin yang mejadi kekasihnya. Jujur Dengan tiada disembunyi-sembunyikan Mariamin menceritakan sekalian perkataan Aminuddin itu Merari Siregar, 199322 Dari kutipan dia atas dapat dijelaskan bahwa Mariamin tidak menyembunyikan apa-apa yang menjadi pikirannya. Semua diceritakan dengan jujur kepada ibunya. Tidak suka menunda pekerjaan Bagaimanapun lekasnya, saya sempat lagi menyiapkan pekerjaanku yang terbengkalai ini, tak banyak lagi,” jawab Mariamin Merari Siregar, 201032 Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa Mariamin tidak ingin pulang dulu sebelum menyelesaikan pekerjaannya yang tinggal sedikit. Walau pun hari sudah mau hujan lebat. Pemaaf Sementara itu ia mengambil surat Aminuddin dari bawah bantalnya, lalu dibacanya perlahan-lahan. Air mukanya tak berubah lagi, tinggal tenang saja Merari Siregar, 2010159 Dari kutipan di atas terlihat bahwa Mariamin telah memaafkan Aminuddin yang tidak jadi menikah dengannya. Terbukti dari raut wajahnya yang tetap tenang ketika membaca surat permintaan maaf dari Aminuddin. Berbakti kepada orang tua “Sedapat-dapatnya anakanda akan menurut perkataan Bunda itu,” sahut Mariamin, akan tetapi dalam hatinya ia merasa bala yang akan menimpanya Merari Siregar, 2010165 Penyabar Ia telah mengerti, bahwa hidupnya di dunia ini tiada lain daripada menanggung dan menderita bermacam-macam sengsara Merari siregar, 2010161 Kutipan di atas menunjukkan bahwa Mariamin tidak menyesal atau marah dengan segala penderitaan yang harus dilaluinya. Karena itu merupakan hal yang pasti dilaluinya sehingga ia tetap sabar. Aminuddin Penurut dan berbakti kepada orang tua Meskipun Aminuddin mula-mula menolak perkataan itu, tetapi pada akhirnya terpaksalah ia menurut bujukan dan paksaan orang itu semua Merari Siregar, 2010152 Kutipan di atas menunjukkan sikap Aminuddin yang awalnya menolak tetapi pada akhirnya ia menerima untuk menikah dengan gadis lain pilihan orang tuanya. Hal ini menunjukkan bahwa Aminuddin adalah seorang yang penurut kepada orang tua walau pun hal tersebut menyakitkan. Pandai Dari kelas satu sampai kelas tiga, ia masuk anak yang terpandai dikelasnya Merari Siregar, 201021 Rajin Meskipun ia yang terlebih kecil diantara kawan-kawannya, akan tetapi ia amat rajin belajar, baik di sekolah atau di rumah … Merari Siregar, 201020 Tidak sombong Meskipun demikian tiadalah pernah ia menyombongkan diri … Merari Siregar, 201021 Suka menolong Akan tetapi, kadang-kadang ia tiada dapat menahan hati dan nafsunya, yakni nafsu yang selalu hendak memberi pertolongan kepada kawannya Merari Siregar, 201021 Bijaksana Aminuddin anak yang bijaksana … Merari Siregar, 201031 Nuria Ibu Mariamin Penyayang “Anakku sudah makan?” tanya si ibu seraya menarik tangan budak itu, lalu dipeluknya dan diciumnya berulang-ulang Merari Siregar, 20109 Kutipan menunjukkan perhatian dan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Penyabar Akan tetapi si ibu itu seorang perempuan yang sabar dan keras hati Merari Siregar, 2010122 Lemah lembut Wah, enak benar sayur yang Riam bawa tadi, anakanda pun pandai benar merebusnya; nasi yang sepiring itu sudah habis olehku,” kata si ibu dengan suara lembut dan riang akan menghiburkan hati anaknya itu Merari Siregar, 201010 Kutipan di atas menunjukkan bahwa Nuria atau ibu Mariamin adalah seorang yang lemah lembut dalam bertutur jata seperti yang terdapat dalam kutipan di atas. Tabah dan salehah Karena, meskipun hidupnya di sunia ini makin sengsara, hatinya pun makin tetap juga dan imannya bertambah teguh Merari Siregar, 2010122 Kutipan di atas menunjukkan ketabahan dan keimanan ibu Mariamin yang walau pun kesengsaraan hidup yang berat terus menghampirinya. Ia tetap tabah dan menambah keimanannya kepada Tuhan yang Maha Esa. Sutan Baringin Licik Utangku, yaitu bagiannya yang kuhabiskan, haruslah pula kubayar, karena tiada dapat disembunyikan lagi. Tapi siapa tahu, aku harus mencari akal Merari Siregar, 201090 Dari kutipan di atas menunjukkan kelicikan Sutan Baringin yang tidak ingin memberikan harta warisan yang menjadi hak saudaranya. Ia ingin mengambil seluruh harta warisan yang seharusnya terdapat bagian untuk saudaranya. Buruk sangka “Si Tongam itu tiada dapat dipercayai. Tiadakah engkau tahu orang yang biasa di negeri rama amat pintarnya; tetapi pintar dalam kejahatan … Merari Siregar, 201094 Dari kutipan di atas menunjukkan pikirannya yang jahat. Pikirannya yang berburuk sangka pada niat bait saudaranya. Tetapi karena hatinya telah dipenuhi dengan kejahatan sehingga niak baikpun ia anggap niat buruk. Pemarah Tutur yang lemah lembut itu tiada berguna lagi. Bukanlah dia akan melembutkan hati Sutan Baringin, tetapi menerbitkan nafsu marah saja. Merari Siregar, 201096 Dari kutipan di atas menunjukkan sifat pemarah Sutan Baringin yang walaupun istrinya berbicara dengan lemah lembut tetapi tetap saja ia marah Kasar Diamlah engkau, apakah gunanya engkau berkata-kata itu?” Merari Siregar, 201096 Dari kutipan di atas menunjukkan sikap kasar Sutan Baringin pada istrinya. Ia juga tidak pernah memikirkan perasaan istrinya dengan sikapnya yang kasar. Baginda Diatas Sombong Mariamin anak orang miskin akan mejadi istri anak mereka itu? Tentu tak mungkin, karena tak patut! Merari Siregar, 2010135 Kutipan di atas menunjukkan sifat sombong Baginda Diatas yang tidak ingin menikahkan Aminuddin dengan Mariamin yang seorang gadis miskin. Walau pun Aminuddin dan Mariamin saling mencintai dan hubungan keluarga mereka juga masih dekat. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Oleh sebab itu tiadalah ingin mereka itu lagi datang ke rumah istri mendiang Sutan Baringin menanyakan anak dara kesukaan Aminuddin itu, sungguhpun pertalian mereka masih dekat Merari Siregar, 2010135 Ibunda Aminuddin Penyayang Si ibu berkata “Janganlah Kakanda terlalu keras kepada anak kita itu! Umurnya belum berapa dan tulangnya belum kuat, tetapi Kakanda selalu menyuruh dia bekerja Merari Siregar, 201022 Kutipan di atas menunjukkan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Ia tidak ingin anknya bekerja terlalu berat karena masih kecil. Orang tua khususya ibu memang memiliki kasih sayang yang lebih dari kasih sayang seorang ayah. Karena ibu memiliki hatiyang lembut. Baik hati Kalau Mariamin telah menjadi menantunya, tentu adalah perubahan kemeralatan orang itu, pikir ibu Aminuddin Merari Siregar, 2010136 Kutipan dia tas menunjukkan kebaikan hati ibu Aminuddin yang tetap ingin menikahkan Aminuddin dengan Mariamin walau pun dari keluarga yang miskin. Ia berpikir dengan pernikahan itu dapat mengubah nasib keluarga Mariamin yang melarat. Kasibun Pencemburu laki selalu menaruh cemburu dalam hatinya, … Merari Siregar, 2010177 Kasar Kasibun yang bengis itu tak segan menampar muka Mariamin. Bukan ditamparnya saja, kadang-kadang dipukulnya, disiksanya …. Merari Siregar, 2010178 Dari kutipan di tas dapat diketahui bahwa kasibun seorang yang kasar. Terlihat dari kutipan bahwa ia menampar, bahkan tak segan memukul Mariamin. Licik Istrinya yang di Medan itu tiada susah mengurusnya, jatuhkan saja talak tiga, habis perkara; … Merari Siregar, 2010163 Dari kutipan di atas terlihat kelicikan hari Kasibun yang ingin menikah dengan Mariamin. Ia mengaku belum menikah, padahal telah memiliki istri di Medan. Sehingga ia kembali ke Medan terlebih dahulu untuk menalak istrinya. Hal ini dilakukan agar Mariamin dan ibunya bersedia menerima lamarannya. Sudut Pandang Sudut pandang yang digunakan dalam novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar adalah sudut pandang orang ketiga pengarang sebagai pengamat. Pengarang menggunakan kata ganti orang ketiga “ia” dan hanya melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita, namun hanya terbatas pada seorang tokoh saja Stanton dalam Nurgiantoro, 2010259. Seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini. “Masih di sini kau rupanya, Riam,” tanya seorang muda yang menghampiri batu tempat duduk gadis itu. Yang ditanya terkejut sseraya memandang kepada orang yang datang tadi Merari Siregar, 20103-4 Dari kutipan di atas diketahui bahwa pengarang menggunakan kata ganti orang ketiga atau menyebutkan nama yaitu Riam dalam melukiskan cerita dalam novel. pengarang juga mampu menceritakan sesuatu yang didengar oleh tokoh yaitu suara pemuda yang memanggil. Dari yang panas itu berangsur-angsur menjadi dingin, karena matahari, raja siang itu akan masuk ke dalam perdauannya Merari Siregar, 20101 Dari kutipan di atas diketahui pengarang mampu melukiskan sesuatu yang dilihat dan dirasakan tokoh yaitu siang yang akan berganti malam karena matahari akan terbenam. “belumkah ia datang? Sakitkah dia? Apakah sebabnya ia sekian lama tak kulihat?” tanya perempuan itu berulang-ulang dalam hatinya Merari Siregar, 20102 Dari kutipan di atas diketahui bahwa pengarang mampu melukiskan sesuatu yang dipikrkan tokoh bahkan yang berada dalam hati, tetapi hal ini hanya terlukis pada satu tokoh yaitu Mariamin. Dari kutipan di atas juga dapat dilihat bahwa pengarang melukiskan perasaan Mariamin yang khawatir dan resah karena Aminuddin kekasihnya tidak kunjung datang. Kalau pun menceritakan tokoh hanya sebatas yang dapat dilihat dan didengar atau dirasakan saja. Seperti pada kutipan di bawah ini. “Masih di sini kau rupanya, Riam,” tanya seorang muda yang menghampiri batu tempat duduk gadis itu Merari Siregar, 20103-4 Dari kutipan di atas diketahui bahwa pengarang hanya melukiskan sesuatu yang dilihat oleh tokoh lain yaituAminuddin. Seperti kutipan di atas ia melihat Mariamin tengah duduk di batu. Amanat Amanat yang terdapat dalam novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar adalah seperti pada kutipan di bawah ini. Daripada uang dikeluarkan dengan percuma, lebih baik diberikan kepada orang yang papa Merari Siregar, 201086 Dari kutipan di atas terdapat amanat jangan sombong atau menghambur-hamburkan uang untuk sesuatu yang percuma atau tidak berguna. Lebih baik uang tersebut diberikan kepada yang memeng membutuhkan. Agama itulah yang memberi tenaga bagi kita akan memikul beban kehidupan kita Merari Siregar, 2010123 Dari kutipan di atas terdapat amanat bahwa agama adalah penopang hidup yang memberikan tenaga dan semangat untuk menjalani semua derita dan kesukaan hidup ini. Sehingga jangan mudah terbawa oleh hasutan setan yang akan menjerumuskan. Dalam perkawinan, perkataan orang tualah yang berlaku, dan anak itu hanya menurut saja Merari Siregar, 2010127 Dari kutipan di atas amanat yang tersirat yaitu tentang perjodohan anak. Padahal Tuhan menjadikan makhluk berpasang-pasangan agar mereka saling berkasih-kasihan bukan mendatangkan azab dan kesengsaraan seperti perjodohan yang hanya ditentukan oleh orang tua dan anak hanya tinggal mengikuti keninginana orang tua tersebut.

Sesuaidengan karakteristik karya sastra pada periode 1920-an, novel azab dan sengsara ini menceritakan tentang kisah percintaan yang terhalang oleh adat dan status sosial. Hal tersebut sesuai dengan realita masyarakat pada zaman itu, yaitu ketika banyaknya kejadian kawin paksa/perjodohan atas kehendak orang tua bukan atas dasar cinta.
APRESIASI PROSA NOVEL “AZAB DAN SENGSARA” KARYA MERARI SIREGAR Makalah Memenuhi tugas UAS matakuliah Apresiasi Prosa yang diampu oleh Bapak Maulfi Syaiful Rizal, M. Pd Oleh Nurul Hidayati 125110706111001 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Karya sastra adalah hasil pekerjaan seni kreatif manusia yang menampilkan kehidupan di dalamnya, yang tidak hanya berisi imajinasi tetapi juga realita sosial. Karya sastra contohnya prosa memiliki beberapa jenis, seperti cerpen, novel, dan novelet. Karya sastra seperti novel dan cerpen menurut pandangan tradisional memiliki dua unsur pembangun yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam karya sastra itu sendiri. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung memengaruhi bangunan karya sastra tersebut. Stanton 201220-47 membedakan unsur pembangun novel atau karya fiksi ke dalam tiga macam yaitu fakta, tema dan sarana pengucapan. Fakta meliputi karakter atau penokohan, plot alur, dan setting latar ketiganya secara fakta dan nyata bisa dibayangkan peristiwa dan eksistensinya. Tema adalah dasar cerita atau makna yang disampaikan pengarang, yang bersinonim dengan ide cerita. Pengucapan atau sarana sastra literary devices adalah teknik yang digunakan pengarang untuk memilih dan menyusun detil-detil cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Sarana sastra pada umumnya meliputi sudut pandang, gaya dan nada, simbolisme, dan ironi. Metode atau sarana pengucapan ini bertujuan agar pembaca dapat melihat fakta-fakta cerita yang disampaikan pengarang Dari gambaran di atas peneliti dapat mengambil simpulan bahwa sebuah karya sastra sangat bergantung terhadap bagaimana seorang pengarang membangun unsur intrinsik dan ekstrinsik karya sastra Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk dapat memahaminya haruslah karya sastra dianalisis Hill dalam Pradopo, 1995108. Menganalisis karya sastra berarti menguraikan unsur-unsur Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 2 pembentuknya. Sehingga, makna keseluruhan karya sastra dapat dipahami. Selain itu, makna keseluruhan karya sastra hanya dapat diketahui dari hubungan struktur yang membangun karya sastra unsur intrinsik. Rumusan Masalah Apa unsur intrinsik yang terdapat dalam novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar Tujuan Mengetahui dan menganalisis unsur intrinsik yang terdapat dalam novel “ “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 3 BAB II KAJIAN PUSTAKA Kajian Teori Teori Struktural Teori strukturalisme sastra merupakan sebuah teori pendekatan pada teks- teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi atau hubungan antara berbagai unsur teks yaitu unsur intrinsik teks karya sastra. Unsur-unsur teks jika berdiri sendiri tidak akan memiliki arti. Hal ini menyebabkan harus terdapatnya relasi antara unsur-unsur agar memiliki kesatuan makna yang berhubungan secara utuh. Unsur intrinsik karya sastra yang terdiri dari tema, alur, penokohan, latar, sudut pandang, dan amanat yang terdapat dalam novel “Azab dan Sengsara”. Tema Tema adalah gagasan pokok, yang dipakai sebagai dasar mengarang. Tema merupakan unsur penting. Tema lebih dari sesuatu yang dapat menjadi faktor pemersatu berbagai unsur-unsur yang bersama-sama membangun karya sastra. Alur Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita yang berhubungan sebab akibat Stanton, 201226. Tahap-tahap perkembangan alur secara rinci dikemukakan oleh Tasrif dalam Nurgiantoro, 2010149 sebagai berikut  Situation merupakan penggambaran dan pengenalan latar dan tokoh cerita.  Generating Circumstances merupakan tahap pemunculan konflik, dan peristiwa-peristiwa yang menyebabkan terjadinya konflik mulai dimunculkan.  Rising Action adalah tahap yang memperlihatkan peristiwa-peristiwa yang mulai memuncak.  Climaks merupakan tahap alur yang memperlihatkan puncak dari peristiwaperistiwa yang telah terjadi sejak dari bagian situation.  Denoument tahap alur yang ditandai oleh adanya pemecahan soal dari semua peristiwa. Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 4 Penokohan Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau yang bertindak atau bersikap dalam berbagai peristiwa dalam cerita. sedangkan penokohan atau karakter merujuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Latar Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan Abrams dalam Nurgiyantoro, 2000216. Latar terbagi menjadi tiga kategori, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Yang dimaksud sebagai latar tempat adalah hal-hal yang berkaitan dengan masalah geografis, latar waktu berkaitan dengan masalah-masalah historis, dan latar sosial berhubungan dengan perilaku atau tata cara kehidupan kemasyarakatan, yang dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain. Sudut Pandang Sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca Abram, dalam Nurgiantoro, 2010248. Secara garis besar ada dua macam sudut pandang, yakni sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga.  Sudut pandang orang pertama yaitu pengarang menempatkan dirinya sebagai pelaku sekaligus narator dalam cerita. Menggunakan kata ganti “Aku” atau “Saya”. Walau demikian, sudut pandang ini bisa dibedakan berdasarkan kedudukan “Aku”. Apakah dia sebagai pelaku utama cerita? atau hanya sebagai pelaku tambahan yang menuturkan kisah tokoh lainnya?  Sudut pandang orang ketiga yaitu pengarang menempatkan dirinya sebagai narator yang berada di luar cerita, atau tidak terlibat dalam cerita. Dalam sudut pandang ini, narator menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut namanya, atau kata gantinya; “dia” atau “ia”. Sudut pandang Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 5 orang ketiga dapat dibedakan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap cerita. Pada satu pihak, pengarang atau narator dapat bebas mengungkapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh “Dia”. Di pihak lain, pengarang atau narator tidak dapat leluasa menguangkapkan segala hal yang berhubungan dengan tokoh “Dia”, atau dengan kata lain hanya bertindak sebagai pengamat. Amanat Amanat, ialah pesan yang disampaikan oleh pengarang melalui isi cerita yang dikarangnya. Amanat yang disampaikan dapat secara langsung tertulis, dialog antartokoh dalam cerita atau tidak langsung tersirat dalam cerita. Pendekatan Analitis Aminuddin 201144 mengungkapkan bahwa pendekatan analitis merupakan pendekatan yang berupaya membantu pembaca memahami gagasan, cara pengarang menampilkan gagasan, sikap pengarang, unsur intrinsik dan hubungan antara elemen itu sehingga dapat membentuk keselarasan dan kesatuan dalam rangka terbentuknya totalitas bentuk dan maknanya. Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 6 Analisis Berdasarkan Data Tema Novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar ini mengangkat tema tentang adat dan kebiasaan di masyarakat yang dapat membawa kesengsaraan dalam kehidupan. Adat dan kebiasaan yang dijelaskan dalam novel tersebut adalah adat dan kebiasaan menjodohkan anak yang menyebabkan kesengsaraan untuk dua anak manusia karena kasih tak sampai. Seperti yang terlihat dalam kutipan di bawah ini. Kedua laki-istri itu mufakat akan mencarikan jodoh anak mereka itu Merari Siregar, 2010135 Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa orang tua yang mencari dan menentukan jodoh untuk anak mereka tidak melakukan mufakat dengan anak terlebih dulu sebelumnya. Sehingga anak tidak dapat menolak ketika telah dijodohkan, walau pun ia tidak menyukai bahkan tidak mengenal seorang yang akan menjadi jodohnya. Karena jika ia menolak dapat membuat malu keluarga. Orang tua juga dalam menentukan jodoh melihat dari latar belakang keluarga calon menantu. Apakah sudah sepadan dengan mereka atau belum? Sehingga walau pun sang anak telah memiliki seorang yang dicintai, akan tetapi jika tidak dari keluarga dengan latar belakang yang tinggi atau sepadan dengan mereka tidak dapat diterima sebagai menantu. Hal ini karena dianggap tidak pantas dan akan merendahkan martabat mereka di mata masyarakat karena memiliki menantu dari kalangan yang rendah. Sehingga akhirnya anak yang akan menjadi korban dan akan menanggung sengsara karena adat dan kebiasaan ini. Seperti pada kutipan di bawah ini. Mariamin anak orang miskin akan mejadi istri anak mereka itu? Tentu tak mungkin, karena tak patut! Merari Siregar, 2010135 Kutipan di atas menunjukkan bahwa orang tua tidak setuju atau tidak sudi memiliki menantu dari kalangan keluarga yang rendah atau miskin. Hal ini lagilagi karena dianggap dapat merendahkan martabat di mata masyarakat. Karena Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 7 mereka merupakan keluarga terpandang yang seharusnya juga memiliki menantu dari keluarga terpandang. Walau pun Aminuddin telah memiliki seorang yang dicintai yaitu Mariamin, dan tali persaudaraan mereka juga masih dekat. Tetapi tetap orang tua tidak menginginkannya. Seperti pada kutipan di bawah ini. Oleh sebab itu tiadalah ingin mereka itu lagi datang ke rumah istri mendiang Sutan Baringin menanyakan anak dara kesukaan Aminuddin itu, sungguhpun pertalian mereka masih dekat Merari Siregar, 2010135 Kutipan di atas menunjukkan bahwa orang tua Aminuddin tidak peduli dengan perasaan Aminuddin terhadap Mariamin. Atau tali silaturrahmi keluarga mereka yang dapat dipererat lagi dengan pernikahan Aminuddin dan Mariamin. Hal ini karena mereka lebih mementingkan adat atau kebiasaan dan pandangan masyarakat nanti jika menjadikan Mariamin menantu. Ayahnya itu membawa anak gadis yang bagus, akan tetapi tetap bukanlah Mariamin yang diharap-harapkannya itu Merari Siregar, 2010151 Bagaimana pertemuan anak muda itu tak dilukiskan di sini. Tiadalah dapat menuliskan sedih dan pilu, kesal dan kecewa yang diderita hati anak muda remaja itu ... Merari Siregar, 2010151 Kutipan di atas menunjukkan bahwa orang tua Aminuddin membawa gadis lain pilihan mereka untuk dinikahkan tanpa mufakat dengan Aminuddin terlebih dahulu. Ini menyebabkan sakit dan derita yang berat untuk Aminuddin, karena harus menikah dengan gadis yang tidak dicintai bahkan tidak dikenalnya. Apalagi ia juga tidak dapat menolak keinginan orang tuanya itu. Karena akn menyebabkan malu untuk keluarga. Hal itu juga belum pernah terjadi di kebiasaan dan bukan adat mereka menolak gadis yang telah dijemput orang tua untuk dinikahkan. Seperti pada kutipan di bawah ini. Apatah kata bapaknya nanti, bila anak gadis yang telah dijemput ayahnya itu dikembalikan kepada orang tuanya? Itu belum penah kejadian dan bukan adat! Merari Siregar, 2010152. Bukan hanya Aminuddin yang harus menderita karena harus menikah dengan gadis lain. Tetapi juga Mariamin yang juga akhirnya mengalami hal yang sama yaitu diodohkan dengan laki-laki yang tidak dicintai bahkan dikenalnya. Karena adat dan kebiasaan ini. Seperti pada kutipan di bawah ini. Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 8 Kesudahannya ia kawin dengan orang muda dari Padangsidempuan, orang muda yang tiada dikenalnya, orang muda yang tiada dicintainya, jodah yang tak disukainya Merari Siregar, 2010162 Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa akhirnya Mariamin juga melakukan kebiasaan dan adat perjodohan tersebut. Apalagi laki-laki yang menjadi suaminya memiliki penyakit mematikan yang dapat menular ketika berhubungan badan dengan Mariamin. Kenyataan pedih ini harus dihadapi Mariamin karena adat dan kebiasaan perjodohan. Ketika lelaki yang akan menjadi pasangan hidup kita ditentukan oleh orang lain sekalipun orang tua. Tetapi belum kita kenal dia dengan baik. Sehingga perangai buruknya baru terlihat setelah menikah. Hal ini menyebabkan kesengsaran yang pedih. Seperti yang harus dialami Mariamin. Seperti pada kutipan di bawah ini. “patutlah ia pucat dan kurus.” Kata Mariamin pula dalam hatinya. “seharusnyalah aku menjaga diriku supaya jangan menjangkit penyakitnya itu kepadaku Merari Siregar, 2010169 Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Mariamin kaget ketika mengetahui lelaki yang menjadi suaminya memiliki penyakit yang mematikan. Hal ini terjadi karena sebelum menikah mereka belum saling mengenal satu sama lain, karena adat dan kebiasaan perjodohan tersebut. Dari penjelasan-penjelasan di atas menunjukkan kesengsaraan yang harus dialami oleh dua anak manusia yaitu Aminuddin dan Mariamin karena adat dan kebiasaan perjodohan yang memisahkan cinta mereka. Alur Alur yang digunakan dalam novel “Azab dan Sengsara” adalah alur campuran, karena di dalam novel memiliki runtutan alur yang terdapat alur maju dan alur mundur yang dapat dilihat dari analisis dan penjelasan di bawah ini. 1 Situation merupakan penggambaran dan pengenalan latar dan tokoh cerita. Dalam novel “Azab dan Sengsara” penggambaran dan pengenalan latar adalah di sore hari ketika orang pulang ke rumah setelah bekerja dan melakukan kebiasaan-kebiasaan mereka. Seperti pada kutipan di bawah ini. Dari yang panas berangsur-angsur menjadi dingin, karena matahari, raja siang itu, akan masuk ke dalam peraduannya kebalik Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 9 gunung Sibualbuali, yang menjadi watas dataran tinggi Sipirok Merari Siregar, 20101 Dari kutipan di atas diketahui latar dalam novel yaitu Sipirok. Sedangkan penggambaran kebiasaan penduduk Sipirok terdapat dalam kutipan di bawah ini. Laki-laki sedang sembahyang Magrib di masid besar dan perempuan tengah bertanak hendak menyediakan makanan untuknya anak-beranak Merari Siregar, 20102 Penggambaran dan pengenalan tokoh dalam novel “Azab dan Sengsara” adalah ketika Mariamin menunggu kedatangan Aminuddin berkunjung ke rumahnya. Seperti pada kutipan di bawah ini. “Masih di sini kau rupanya, Riam,” tanya seorang muda yang menghampiri batu tempat duduk gadis itu Merari Siregar, 20103-4 Dari analisis di atas dapat dijelaskan bahwa tahap situation yang terdapat dalam novel “Azab dan Sengsara” adalah penggambaran dan pengenalan latar di Sipirok yang merupakan sebuah daerah dataran tinggi di Sumatra yang masih hidup dengan kebiasaan dan adat terdahulu. Yaitu berhenti bekerja hanya samapi senja hari dan perempuan atau pengenalan tokoh Mariamin yang menunggu kedatangan Aminuddin berkunjung yang merupakan kebiasaan bahwa lelaki datang berkunjung ke rumah gadis yang disukainya. 2 Generating Circumstances merupakan tahap pemunculan konflik, dan peristiwa-peristiwa yang menyebabkan terjadinya konflik mulai dimunculkan. Penggambaran dan pengenalan tokoh Mariamin yang sedang menunggu kedatangan Aminuddin kekasihnya dengan hati cemas karena sudah petang belum juga datang . Hingga akhirnya Aminuddin datang yang membuat lega hati Mariamin. Seperti dalam kutipan di bawah ini. “belumkah ia datang? Sakitkah dia? Apakah sebabnya ia sekian lama tak kulihat?” tanya perempuan itu berulang-ulang dalam hatinya Merari Siregar, 20102 Dari kutipan di atas terlihat Mariamin yang termenung berbicara dalam hati, karena Aminuddin tidak datang juga. Perasaannya semakin melayang-layang karena sudah petang juga Aminuddin belum datang. Hingga akhirnya Aminuddin datang yang membuat hati Mariamin lega. Seperti pada kutipan di bawah ini. Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 10 “Ah, rupanya hari sudah malam. Dari tadi saya menunggununggu Angkang,” Merari Siregar, 20104 Setelah kedatangan Aminuddin yang ditunggu. Mulailah Aminuddin mengucapakan maksud kedatangannya mengunjungi Mariamin. Maksud hendak mengucapkan selamat tinggal karena akan pergi mencari pekerjaan ke Deli Medan. Hal ini yang membuat hati Mariamin kembali murung dan bersedih, karena akan ditinggalkan Aminuddin. Berat hati Mariamin akan melepas kepergian Aminuddin. Seperti yang terlihat dalam kutipan di bawah ini. Saya bermaksud hendak pergi ke Deli mencari pekerjaan. Ingatlah saya pergi bukan meninggalkan engakau, tetapi mendapatkan engkau Merari Siregar, 20105 Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa Aminuddin meyakinkan Mariamin bahwa ia pergi bukan untuk meninggalkan kekasihnya itu, tetapi untuk bersama nanti. Aminuddin pergi untuk mencari pekerjaan karena tidak mungkin selamanya ia akan bergantung pada harta warisan orang tua. setelah mendapatkan pekerjaan ia pun akan kembali untuk mendapatkan Mariamin. Tahap ini juga ditandai dengan datangnya surat Aminuddin dari Deli setelah sekian lama tanpa kabar. Aminuddin mengatakan bahwa ia telah mendapatkan pekerjaan. Hal ini membuat penderitaan yang dialami Mariamin terasa lebih ringan. Karena akan segera bersama dengan Aminuddin. Seperti dalam kutipan surat di bawah ini. Dengan girang hatiku, Kakanda memaklumkan kepada Adinda, bahwa Kakanda telah beroleh pekerjaan, ... Merari Siregar, 2010128 Dari kutipan di atas terlihat kebahagiaan yang tersirat dari isi surat Aminuddin untuk Mariamin. Setelah lama tak ada kabar akhirnya datang surat yang mengembirakan bahwa Aminuddin telah mendapatkan pekerjaan. Setelah itu Mariamin menulis surat balasan untuk Aminuddin bahwa ibunya telah setuju untuk Aminuddin mengambil Mariamin. Seperti dalam kutipan berikut. Tentang pikiran Adinda, ibu kita adalah bersetuju dengan permintaan Adinda Merari Siregar, 2010132 3 Situation merupakan penggambaran dan pengenalan latar dan tokoh cerita. Dalam novel “Azab dan Sengsara” penggambaran dan pengenalan latar kampung A tempat tinggal Aminuddin dan keluarganya. Ayahnya Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 11 seorang kepala kampung A yang disegani masyarakat. seperti pada kutipan di bawah ini. ... dan itulah tempat lahir dan tinggal Aminuddin, seorang anak muda yang beru berumur dekapan belas tahun. Anak muda itu anak kepala kampung yang memerintah kampung A itu Merari Siregar, 201018 Dari kutipan di atas diketahui bahwa Aminuddin memiliki derajat sosial yang tinggi karena merupakan anak dari kepala kampung yang kaya dan banyak disegani masyarakat. seperti pada kutipan di bawah ini. Ayah Aminuddin bolehlah dikatakan seorang kepala kampung yang terkenal di antero luhak Sipirok Merari Siregar, 201018 4 Generating Circumstances merupakan tahap pemunculan konflik, dan peristiwa-peristiwa dimunculkan. yang menyebabkan terjadinya konflik mulai Tahap ini ditandai dengan kedekatan Aminuddin dan Mariamin sejak kecil. Aminuddin pernah menolong Mariamin di sungai ketika banjir besar terjadi. Hal ini membuat tali persahabatan mereka semakin erat dan menumbuhkan kasih sayang diantara mereka berdua. Mariamin merasa utang nyawa pada Aminuddin dapat dibayarnya nanti ketika dewasa. Seperti pada kutipan di bawah ini. Pada waktu yang sekejap itu tampaklah oelh Aminuddin Mariamin terapung sebentar. Dengan secepat-cepatnya ia pun menangkap anak perempuan itu, lalu didekapnya dengan tangan kirinya, ... Merari Siregar, 201053 Dari kutipan di atas terlihat Aminuddin yang dengan sigap dan cepat menangkap Mariamin yang telah terapung di sungai yang banjir. Mariamin yang merasa telah berhutang budi pada Mariamin memutuskan untuk membalasnya ketika mereka telah dewasa. Seperti padakutipan di bawah ini. Ya, di belakang hari, bila ia sudah besar, tentu mengertilah ia akan makna “Utang mas dapat dibayar, utang budi dibawa mati” Merari Siregar, 201054 5 Rising Action adalah tahap yang memperlihatkan peristiwa-peristiwa yang mulai memuncak. Tahap ini ditandai dengan datangnya surat dari Baginda Mulia untuk Sutan Baringin ayah Mariamin bahwa ia akan pulang ke Sipirok setelah lama tinggal di Deli. Ayah Mariamin yang berburuk sangka menyangka kedatangan Baginda Mulia saudaranya akan meminta bagian Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 12 warisan peninggalan orang tua. Padahal bukan hal tersebut yang menjadi tujuan Baginda Mulia. Seperti pada kutipan di bawah ini. “Bulan dimuka ia datang, tiada lama lagi; ... Tapi siapa tahu, aku harus mencari akal,” ... Merari Siregar, 201090 Dari kutipan di atas terlihat kelicikan Sutan Baringin yang tidak ingin memberikan bagian harta saudaranya. Walau pun itu adalah hak dari Baginda Mulia dan kewajibannya untuk memberikan. 6 Climaks merupakan tahap alur yang memperlihatkan puncak dari peristiwaperistiwa yang telah terjadi sejak dari bagian situation. Tahap ini ditandai dengan perkara harta warisan Baginda dan Sutan Baringin yang di bawa ke Pengadilan. Karena Sutan Baringin tidak ingin berdamai dan hidup rukun dengan Baginda walau telah dibujuk. Seperti dalam kutipan di bawah ini. “Diam, tak kukenal kau, engkau datang ke sini sebagai pencuri tengah malam, ayoh, nyah!” kata Sutan Baringin dengan suara kasar Merari Siregar, 2010104 Setelah mendengar perkataan kasar Sutan Baringin Baginda Mulia memutuskan untuk membawa perkara tersebut ke pengadilan. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Setelah lewat sebulan, sampailah perkara itu ke tangan pengadilan di Padangsidempuan, ibu negeri Pengadilan dengan Sipirok Merari Siregar, 2010104 Di pengadilan perkara dimenangkan pihak Baginda Mulia. Sutan Baringin yang tidak puas membawa perkara hingga ke Pengadilan di Jakarta, tetapi tetap dimenangkan oleh Baginda Mulia. Hingga akhirnya Sutan Baringin hidup melarat bersama keluarganya. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Sekarang pulanglah ia ke kampung seorang diri, membawa malu, kehinaan, mendukung kemiskinan dan kemelaratan, karena harta telah habis musnah dalam waktu yang sekian pendek itu Merari Siregar, 2010107 7 Denoument tahap alur yang ditandai oleh adanya pemecahan soal dari semua peristiwa. Tahap ini ditandai dengan kematian Sutan Baringin sakit Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 13 dan akhirnya meninggal dunia dan meninggalkan azab dan kesengsaraan untuk anak dan istrinya. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Kemudian berkatalah Sutan Baringin,”Ajalku sudah sampai ... Merari Siregar, 2010120 Kutipan di atas menunjukkan akhir dari kehidupan Sutan Braingin di dunia. Tetapi merupakan awal dari kesengsaraan hidup yang harus dilalui istri dan anakanaknya yaitu Nuria iastrinya dan Mariamin anaknya. 8 Rising Action adalah tahap yang memperlihatkan peristiwa-peristiwa yang mulai memuncak. Tahap ini ditandai dengan Aminuddin meminta oang tuanya membawa Mariamin ke Deli untuk menjadi istrinya. Tetapi orang tuanya tidak setuju karena Mariamin hanya seorang gadis miskin. Seperti yang terlihat dalam kutipan di bawah ini. Mariamin anak orang miskin akan mejadi istri anak mereka itu? Tentu tak mungkin, karena tak patut! Merari Siregar, 2010135 Dari kutipan di atas terlihat bahwa Ayah Aminuddin tidak ingin Mariamin menjadi menantunya karena dari keluarga miskin. Sedangkan mereka adalah keluarga yang disegani dan dihormati olah masyarakat. Hal ini akan menmnbulkan malu untuk keluarga karena beroleh menantu dari keluarga miskin. Sehingga mereka memutuskan untuk mencari menantu lain. Seperti dari kutipan di bawah ini. Betul anak gadis itu bagus rupanya, lagi masuk kaum mereka juga, akan tetapi kaum tinggal kaum, perempuan yang elok dapat dicari Merari Siregar, 2010135 9 Climaks merupakan tahap alur yang memperlihatkan puncak dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi sejak dari bagian situation. Tahap ini ditandai dengan Aminuddin yang menikah dengan gadis pilihan ayahnya. Walau pun berat untuk Aminuddin menerima gadis pilihan ayahnya. Tetapi akhirnya ia menerima dan megikutinya. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Meskipun Aminuddin mula-mula menolak perkataan itu, tetapi pada akhirnya terpaksalah ia menurut bujukan dan paksaan orang semua itu Merari Siregar, 2010152 Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 14 Dari kutipan tersebut dapat dijleasakan bahwa Aminuddin terpaksa menerima gadis tersebut. Ia juga mersakan pedih seperti yang dirasakan Mariamin ketika tahu dirinya telah dengan orang lain. Tetapi ia juga memang harus mengikuti adat dan kebiasaan yang telah meruntuhan cintanya dengan Mariamin. Aminuddin juga memikirkan nasib keluarganya nanti jika menolak gadis tersebut. Betapa malu yang harus ditanggung orang tuanya dan dia. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Apatah kata bapaknya nanti, bila anak gadis yang telah dijemput ayahnya itu dikembalikan kepada orang tuanya? Itu belum penah kejadian dan bukan adat! Malu orang tuanya, malu Aminuddin juga Merari Siregar, 2010152. Tahap ini juga ditandai dengan Mariamin yang menikah juga dengan seorang lelaki dari Padangsidempuan. Ia terpaksa menikah karena permintaan orang tua dan tuntutan adat. Karena Mariamin juga telah cukup umur untuk membina sebuah keluarga. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Kesudahannya ia kawin dengan orang muda dari Padangsidempuan, orang muda yang tiada dikenalnya, orang muda yang tiada dicintainya, jodah yang tak disukainya Merari Siregar, 2010162 Setelah menikah bukan kebahagiaan yang didapatkan Mariamin, tetapi kesengsaraan yang lebih berat dari sebelumnya. Ia menikah tanpa saling kenal dengan lelaki tersebut. Ternyata suaminya mengidap penyakit mematikan yang menular serta suka memukul dan berbuat padanya. Seperti pada kutipan di bawah ini. Penanggungan Mariamin itu tiadalah ditambah-tambahi. Bahkan ada yang lebih dari itu, banyak lagi yang keji dan ngeri, yang tak patut diceritakan Merari Siregar, 2010178 Kutipan di atas menunjukkan kesengsaraan yang harus dialami Mariamin setelah menikah. Bukan kebahagiaan yang di dapat. Tetapi kesengsaraan yang tiada pernah lepas dari hidupnya. 10 Denoument tahap alur yang ditandai oleh adanya pemecahan soal dari semua peristiwa. Tahap ini ditandai dengan Mariamin yang melapor ke polisi atas semua perlakuan Kasibun suaminya. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 15 “ke kantor polisi katanya Merari Siregar, 2010180 Kutipan di atas menunjukkan Mariamin yang pergi ke kantor polisi untuk melaporkan Kasibun. Akhirnya Kasibun dijatuhi hukuman membayar denda dua puluh rupiah dan bercerai dengan Mariamin. Mariamin pun pulang dengan membawa malu ke Sipirok, hingga akhirnya ia menghembuskan nafas terakhir sebagai tanda akhir dari azab dan sengsara yang harus dilaluinya di dunia ini. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Lihatlah kuburan yang baru itu! Tanahnya masih merah lagi ... itulah tempat mayat Mariamin, anak dara yang saleh itu Merari Siregar, 2010183. Penokohan Berikut ini tokoh dan penokohan yang terdapat dalam novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar. 1 Mariamin 1 Penurut “Sedapat-dapatnya anakanda akan menurut perkataan Bunda itu,” sahut Mariamin, akan tetapi dalam hatinya ia merasa bala yang akan menimpanya Merari Siregar, 2010165 Dari kutipan di atas menunjukkan sifat penurut Mariamin kepada orang tua. Walau pun dalam hatinya merasa resah dan khawatir tentang akan hal yang akan dilakukan. Tetapi ia tidak ingin mengecewakan hati orang tuanya. 2 Perhatian “Sudahlah berkurang sesaknya dada ibuku itu?” tanyanya sambil dirabanya muka ibunya yang sakit itu Merari Siregar, 20107 Dari kutipan di atas menunjukkan perhatian Mariamin pada ibunya yang sakit. Ia terus bertanya bagaimana keadaan sang ibu apakah sudah membaik atau semakin parah. 3 Lemah lembut “Mengapa Angkang bertanya lagi?” jawab Mariamin, perempuan muda itu dengan suara yang lembut, karena itulah kebiasaannya; jarang atau belumlah pernah ia berkata marah-marah atau merengut, selamanya dengan ramah tamah, lebih-lebih dihadapan anak muda, sahabatnya yang karib itu Merari Siregar, 20105 Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 16 Dari kutipan di atas menunjukkan sifat lemah lembut Mariamin. Terlihat dari caranya bertutur kata kepada Aminuddin. 4 Ramah ... karena itulah kebiasaannya; jarang atau belumlah pernah ia berkata marah-marah atau merengut, selamanya dengan ramah tamah, lebih-lebih dihadapan anak muda, sahabatnya yang karib itu Merari Siregar, 20105 Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Mariamin adalah seorang gadis yang ramah dalam bertutur kata kepada siapapun. Apalagi kepada Aminuddin yang mejadi kekasihnya. 5 Jujur Dengan tiada disembunyi-sembunyikan Mariamin menceritakan sekalian perkataan Aminuddin itu Merari Siregar, 201015 Dari kutipan dia atas dapat dijelaskan bahwa Mariamin tidak menyembunyikan apa-apa yang menjadi pikirannya. Semua diceritakan dengan jujur kepada ibunya. 6 Tidak suka menunda pekerjaan Bagaimanapun lekasnya, saya sempat lagi menyiapkan pekerjaanku yang terbengkalai ini, tak banyak lagi,” jawab Mariamin Merari Siregar, 201032 Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa Mariamin tidak ingin pulang dulu sebelum menyelesaikan pekerjaannya yang tinggal sedikit. Walau pun hari sudah mau hujan lebat. 7 Pemaaf Sementara itu ia mengambil surat Aminuddin dari bawah bantalnya, lalu dibacanya perlahan-lahan. Air mukanya tak berubah lagi, tinggal tenang saja Merari Siregar, 2010159 Dari kutipan di atas terlihat bahwa Mariamin telah memaafkan Aminuddin yang tidak jadi menikah dengannya. Terbukti dari raut wajahnya yang tetap tenang ketika membaca surat permintaan maaf dari Aminuddin. 8 Berbakti kepada orang tua “Sedapat-dapatnya anakanda akan menurut perkataan Bunda itu,” sahut Mariamin, akan tetapi dalam hatinya ia merasa bala yang akan menimpanya Merari Siregar, 2010165 Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 17 9 Penyabar Ia telah mengerti, bahwa hidupnya di dunia ini tiada lain daripada menanggung dan menderita bermacam-macam sengsara Merari siregar, 2010161 Kutipan di atas menunjukkan bahwa Mariamin tidak menyesal atau marah dengan segala penderitaan yang harus dilaluinya. Karena itu merupakan hal yang pasti dilaluinya sehingga ia tetap sabar. 2 Aminuddin 1 Penurut dan berbakti kepada orang tua Meskipun Aminuddin mula-mula menolak perkataan itu, tetapi pada akhirnya terpaksalah ia menurut bujukan dan paksaan orang itu semua Merari Siregar, 2010152 Kutipan di atas menunjukkan sikap Aminuddin yang awalnya menolak tetapi pada akhirnya ia menerima untuk menikah dengan gadis lain pilihan orang tuanya. Hal ini menunjukkan bahwa Aminuddin adalah seorang yang penurut kepada orang tua walau pun hal tersebut menyakitkan. 2 Pandai Dari kelas satu sampai kelas tiga, ia masuk anak yang terpandai dikelasnya Merari Siregar, 201021 3 Rajin Meskipun ia yang terlebih kecil diantara kawan-kawannya, akan tetapi ia amat rajin belajar, baik di sekolah atau di rumah ... Merari Siregar, 201020 4 Tidak sombong Meskipun demikian tiadalah pernah ia menyombongkan diri ... Merari Siregar, 201021 5 Suka menolong Akan tetapi, kadang-kadang ia tiada dapat menahan hati dan nafsunya, yakni nafsu yang selalu hendak memberi pertolongan kepada kawannya Merari Siregar, 201021 6 Bijaksana Aminuddin anak yang bijaksana ... Merari Siregar, 201031 3 Nuria Ibu Mariamin 1 Penyayang Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 18 “Anakku sudah makan?” tanya si ibu seraya menarik tangan budak itu, lalu dipeluknya dan diciumnya berulang-ulang Merari Siregar, 20109 Kutipan menunjukkan perhatian dan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. 2 Penyabar Akan tetapi si ibu itu seorang perempuan yang sabar dan keras hati Merari Siregar, 2010122 3 Lemah lembut Wah, enak benar sayur yang Riam bawa tadi, anakanda pun pandai benar merebusnya; nasi yang sepiring itu sudah habis olehku,” kata si ibu dengan suara lembut dan riang akan menghiburkan hati anaknya itu Merari Siregar, 201010 Kutipan di atas menunjukkan bahwa Nuria atau ibu Mariamin adalah seorang yang lemah lembut dalam bertutur jata seperti yang terdapat dalam kutipan di atas. 4 Tabah dan salehah Karena, meskipun hidupnya di sunia ini makin sengsara, hatinya pun makin tetap juga dan imannya bertambah teguh Merari Siregar, 2010122 Kutipan di atas menunjukkan ketabahan dan keimanan ibu Mariamin yang walau pun kesengsaraan hidup yang berat terus menghampirinya. Ia tetap tabah dan menambah keimanannya kepada Tuhan yang Maha Esa. 4 Sutan Baringin 1 Licik Utangku, yaitu bagiannya yang kuhabiskan, haruslah pula kubayar, karena tiada dapat disembunyikan lagi. Tapi siapa tahu, aku harus mencari akal Merari Siregar, 201090 Dari kutipan di atas menunjukkan kelicikan Sutan Baringin yang tidak ingin memberikan harta warisan yang menjadi hak saudaranya. Ia ingin mengambil seluruh harta warisan yang seharusnya terdapat bagian untuk saudaranya. 2 Buruk sangka Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 19 “Si Tongam itu tiada dapat dipercayai. Tiadakah engkau tahu orang yang biasa di negeri rama amat pintarnya; tetapi pintar dalam kejahatan ... Merari Siregar, 201094 Dari kutipan di atas menunjukkan pikirannya yang jahat. Pikirannya yang berburuk sangka pada niat bait saudaranya. Tetapi karena hatinya telah dipenuhi dengan kejahatan sehingga niak baikpun ia anggap niat buruk. 3 Pemarah Tutur yang lemah lembut itu tiada berguna lagi. Bukanlah dia akan melembutkan hati Sutan Baringin, tetapi menerbitkan nafsu marah saja. Merari Siregar, 201096 Dari kutipan di atas menunjukkan sifat pemarah Sutan Baringin yang walaupun istrinya berbicara dengan lemah lembut tetapi tetap saja ia marah 4 Kasar Diamlah engkau, apakah gunanya engkau berkata-kata itu?” Merari Siregar, 201096 Dari kutipan di atas menunjukkan sikap kasar Sutan Baringin pada istrinya. Ia juga tidak pernah memikirkan perasaan istrinya dengan sikapnya yang kasar. 5 Baginda Diatas 1 Sombong Mariamin anak orang miskin akan mejadi istri anak mereka itu? Tentu tak mungkin, karena tak patut! Merari Siregar, 2010135 Kutipan di atas menunjukkan sifat sombong Baginda Diatas yang tidak ingin menikahkan Aminuddin dengan Mariamin yang seorang gadis miskin. Walau pun Aminuddin dan Mariamin saling mencintai dan hubungan keluarga mereka juga masih dekat. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Oleh sebab itu tiadalah ingin mereka itu lagi datang ke rumah istri mendiang Sutan Baringin menanyakan anak dara kesukaan Aminuddin itu, sungguhpun pertalian mereka masih dekat Merari Siregar, 2010135 6 Ibunda Aminuddin 1 Penyayang Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 20 Si ibu berkata “Janganlah Kakanda terlalu keras kepada anak kita itu! Umurnya belum berapa dan tulangnya belum kuat, tetapi Kakanda selalu menyuruh dia bekerja Merari Siregar, 201022 Kutipan di atas menunjukkan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Ia tidak ingin anknya bekerja terlalu berat karena masih kecil. Orang tua khususya ibu memang memiliki kasih sayang yang lebih dari kasih sayang seorang ayah. Karena ibu memiliki hatiyang lembut. 2 Baik hati Kalau Mariamin telah menjadi menantunya, tentu adalah perubahan kemeralatan orang itu, pikir ibu Aminuddin Merari Siregar, 2010136 Kutipan dia tas menunjukkan kebaikan hati ibu Aminuddin yang tetap ingin menikahkan Aminuddin dengan Mariamin walau pun dari keluarga yang miskin. Ia berpikir dengan pernikahan itu dapat mengubah nasib keluarga Mariamin yang melarat. 7 Kasibun 1 Pencemburu laki selalu menaruh cemburu dalam hatinya, ... Merari Siregar, 2010177 2 Kasar Kasibun yang bengis itu tak segan menampar muka Mariamin. Bukan ditamparnya saja, kadang-kadang dipukulnya, disiksanya .... Merari Siregar, 2010178 Dari kutipan di tas dapat diketahui bahwa kasibun seorang yang kasar. Terlihat dari kutipan bahwa ia menampar, bahkan tak segan memukul Mariamin. 3 Licik Istrinya yang di Medan itu tiada susah mengurusnya, jatuhkan saja talak tiga, habis perkara; ... Merari Siregar, 2010163 Dari kutipan di atas terlihat kelicikan hari Kasibun yang ingin menikah dengan Mariamin. Ia mengaku belum menikah, padahal telah memiliki istri di Medan. Sehingga ia kembali ke Medan terlebih dahulu untuk menalak istrinya. Hal ini dilakukan agar Mariamin dan ibunya bersedia menerima lamarannya. Latar 1 Latar Tempat Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 21 1 Kota Sipirok Akan tetapi siapakah yang duduk di sana, di sebelah rusuk rumah yang beratap ijuk dekat sungai yang mengalir di tengah-tengah kota Sipirok Merari Siregar, 20102 Kutipan di atas dapat diketahui bahwa Sipirok merupakan latar yang digunakan dalam novel. Sipirok merupakan sebuah tempat dengan kehidupan yang masih sederhana atau bukan sebuah kota besar yang ditandai dengan rumah kecil beratap ijuk dipinggir sungai. Sipirok juga merupkan tempat dengan masyarakat yang masih hidup berdasarkan adat dan kebiasaan terdahulu yaitu termasuk adat atau kebiasaan perjodohan anak oleh orang tua. Seperti pada kutipan di bawah ini. Dalam perkawinan, perkataan orang tualah yang berlaku, dan anak itu hanya menurut saja Merari Siregar, 2010127 Kutipan di atas menunjukkan bahwa perjodohan merupakan adat atau kebiasaan yang biasa di lakukan. Orang tua mencarikan jodoh dan anak hanya harus menuruti keinginan orang tua. selain itu terdapat adat atau kebiasaan di Sipirok seperti pada kutipan di bawah ini. Laki-laki sedang sembahyang Magrib di masjid besar dan perempuan tengah bertanak hendak menyediakan makanan untuknya anak beranak Merari Siregar, 20102 Dari kutipan di atas menunjukkan di Sipirok di saat magrib dengan kebiasaan laki-laki pergi ke masjid sedangkan perempuan memasak di dapur. Kebiasaan tersebut menunjukkan Sipirok merupakan tempat yang sederhana, bukan kota besar seperti Medan atau Padang. 2 Batu besar “Sahut gadis itu seraya berdiri dari batu besar itu, yang biasa tempatdia duduk pada waktu petang.” Marilah kita naik, Angkang!” “Tak usah Riam,”jawab orang muda itu.” Dari kutipan di atas diketahui bahwa batu besar tempat Riam biasa duduk ketika petang menunggu kedatangan Aminuddin merupakan tempat perpisahannya dengan Aminuddin. 3 Rumah Mariamin ... rumah kecil tempat kediaman ibu dan anaknya itu Merari Siregar, 201017 Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 22 Kutipan di atas menunjukkan rumah kecil di pinggir sungai yang merupakan rumah Mariamin. Rumah kecil Mariamin di pinggir sungai yang beratap ijuk menunjukkan azab dan kesengsaraan yang harus dihadapi tokoh Mariamin dan keluarga. Karena tinggal di rumah tepi sungai yang hanya beratap ijuk. Seperti pada kutipan di bawah ini. Akan tetapi siapakah yang duduk di sana, di sebelah rusuk rumah beratap ijuk dekat sungai yang mengalir di tengah-tengah kota Sipirok Merari Siregar, 20102 4 Kampung A Anak muda itu anak kepala kampung yang memerintahkan kampung A itu Merari Siregar, 201018 Kutipan di atas menunjukkan kampung A yaitu kampung tempat tinggal Aminuddin yang merupakan anak kepala kampung. Hal ini semakin menunjukkan perbedaan sosial antara Aminuddin dan Mariamin yang hanya gadis miskin. 5 Sawah Pada suatu petang, sedang mereka di sawah, Mariamin menyiangi padinya, ... Merari Siregar, 201032 Kutipan di atas menunjukkan latar sawah tempat Mariamin bekerja. Hal ini sesuai dengan Sipirok yang bukan sebuah kota besar, sehingga penduduknya bekerja sebagai petani. Sehingga mereka belum tersentuh perkembangan zaman seperti di kota. Sehingga masih mengikuti adat atau kebiasaan lama. 6 Tepi sungai Tiada berapa lama sampailah mereka ke tepi sungai yang akan diseberangi mereka itu Merari Siregar, 201051 Kutipan ini dapat dijelaskan merupakan latar tempat yang penting karena di sana cinta antara Aminuddin dan Mariamin semakin tumbuh dalam setelah Aminuddin menyelamatkan Mariamin dari banjir. Sehingga ia berhutang nyawa. 7 Stasiun Pulau Berayan Setelah habis mandi dan berpakaian, pergilah Aminuddin ke stasiun Pulau Berayan, ... Merari Siregar, 2010148 Latar Stasiun merupakn tempat Aminuddin bertemu dengan calon istri yang dibawa ayahnya. Calon istri yang bukan Mariamin. Latar ini berkaitan dengan tema dan alur dalam novel. Karena tema perjodohan yang mendatangkan kesengsaraan dan alur cerita bahwa Aminuddin bekerja di Deli. Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 23 8 Deli Setelah lengkaplah sekalian, Baginda di atas pun berangkatlah ke Deli mengantarkan menantunya Merari Siregar, 2010142 Kutipan di atas menunjukkan bahwa Baginda Diatas yang adalah ayah dari Aminuddin akan mengantarkan calon istri Aminuddin ke Deli tempat Aminuddin bekerja. Calon istri lain yang bukan Mariamin seperti yang diharapkan Aminuddin. Latar ini berkaitan dengan tema perjodohan dalam novel. 9 Medan Ia sudah mendengar kabar perkawinan Mariamin itu, itulah sebabnya ia datang ke Medan, dengan maksud hendak bersua dengan Mariamin, sahabatnya yang tak dilupakannya itu Merari Siregar, 2010172 Kutipan di atas menunjukkan kota Medan sebagai latar tempat dalam novel. Karena berkaitan dengan alur cerita bahwa Mariamin menikah dengan seorang pria yang tinggal di Medan. Sehingga sudah tentu Mariamin harus ikut suaminya tinggal di medan. Latar ini berkaitan dengan konflik atau alur cerita dalam novel. Yaitu kesengsaraan Mariamin setelah menikah. 2 Latar Waktu 1 Sore hari Dari yang panas itu berangsur-angsur menjadi dingin, karena matahari, raja siang itu, akan masuk ke dalam peraduannya, kebalik gunung Gunung Sibualbuali, ayng menjadi watas dataran tinggi Sipirok itu Merari Siregar, 20101 Dari kutipan di atas diketahui bahwa ketika sore adalah salah satu latar waktu yang digunakan novel. Ini untuk menjelaskan adat dan kebiasaan penduduk Sipirok ketika sore yaitu pulang ke rumah atau berhanti bekerja. atau menuju malam yaitu seperti lelaki yang bertandang ke rumah gadis yang disukainya. 2 Malam hari “Ah, rupanya hari sudah malam. Dari tadi saya menunggu Angkang,” ... Merari Siregar, 20104 Kutipan di atas menunjukkan kebiasaan pemuda dan gadis penduduk Sipirok ketika malam hari yaitu menunggu kedatangan sang kekasih untuk bertandang atau berkunjung. Latar ini berkaitan dengan tema adat dan kebiasaan Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 24 perjodohan yang mendatangkan kesengsaraan dalam novel. sehingga itu pengarang juga menampilkan adat atau kebiasaan penduduk dari sore hari untuk menunjukkan adat atau kebiasaan mana yang perlu diteruskan atau tidak. 3 Pagi hari Waktu pukul tujuh pagi Mariamin sudah sedia di hadapan rumahnya menantikan Aminuddin, supaya mereka itu sama-sama pergi ke sekolah Merari Siregar, 201029 Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa sejak sekolah Aminuddin dan Mariamin selalu bersama-sama. Sehingga menumbuhkan cinta dan kasih diantara mereka. Terlihat dari latar waktu pagi Mariamin selalu menunggu Aminuddin agar pergi ke sekolah bersama-sama. 4 Hari pertama Tepat hari pertama, setelah Mariamin sembuh, maka datanglah Baginda Diatas dengan istrinya membawa nasi bungkus ke rumah ibu Mariamin Merari Siregar, 2010158 Kutipan di atas menunjukkan waktu ayah dan ibu Aminuddin datang ke rumah Mariamin menyampaikan permintaan maaf Aminuddin karena telah berjanji akan menikah dengan Mariamin, tetapi tidak jadi karena adat dan kebiasaan yang telah mendatangkan azab dan kesengsaraan untuk dua makhluk Tuhan itu. 5 Hari Jumat Waktunya berangkat pumn sudah dekat, yakni besok hari Jumat, karena kawan di jalan telah dapat Merari Siregar, 2010163 Kutipan di atas menunjukkan hari jumat adalah hari Mariamin meninggalkan Sipirok dan pergi ke Medan bersama suaminya yang tinggal di sana. 6 Tanggal enam belas Adapun orang itu tiadalah lain memang Aminuddin. Waktu itu tanggal enam belas waktu istirahat bagi orang kebun Merari Siregar, 2010172 Kutipan di atas menunjukkan kedatangan Aminuddin ke rumah Kasibun suami Mariamin. Waktu tanggal enam belas meruapakan hari libur sehingga tepat untuk Aminuddin berkunjung ke Mariamin. Ini berkaitan dengan alur cerita dalam Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 25 novel, bahwa Aminuddin juga bekerja di Medan sehingga untuk melepaskan rindu pada Mariamin, ketika libur bekerja ia datang berkunjung. 7 Pukul setengah dua belas Pukul setengah dua belas, pulanglah Aminuddin meninggalkan rumah itu, meninggalkan Mariamin Merari Siregar, 2010177 Kutipan di atas menunjukkan singkatnya pertemuan antara Aminuddin dan Mariamin. Hal ini semakin menujukkan penderitaan yang harus dialami Mariamin, karena adat dan kebiasaan perjodohan dalam novel. 8 Pagi hari Pada suatu pagi sedang jalan-jalan kota Medan belum berapa ramai, keluarlah Mariamin dari rumahnya. Ia berlari ke jalan besar, lalu naik kereta yang ada di situ Merari Siregar, 2010179 Kutipan di atas menunjukkan ketika pagi Mariamin pergi dari rumah Kasibun untuk pergi dan melapor ke polisi atas semua perlakuan kasar Kasibun terhadapnya. Hal ini menjadi petunjuk bahwa Mariamin ingin mengakhiri segala azab dan kesengsaraan dalam hidupnya. 3 Latar Sosial 1 Perjodohan Dalam perkawinan, perkataan orang tualah yang berlaku, dan anak itu hanya menurut saja Merari Siregar, 2010127 Dari kutipan di atas diketahui bahwa perjodohan merupakan adat yang telah dari leluhur terdahulu sehingga tetap dipertahankan. Walau pun banyak mendatangkan azab dan kesengsaraan. Seperti yang dialami Aminuddin dan Mariamin. 2 Lelaki bertandang ke rumah gadis “Ah, rupanya hari sudah malam. Dari tadi saya menunggu Angkang,” ... Merari Siregar, 20104 Kutipan di atas menunjukkan kebiasaan di Sipirok yaitu lelaki datang ke rumah gadis yang disukai pada malam hari. 3 Tidak boleh menikah dengan orang yang memiliki nama marga yang sama Maka barang siapa yang hendak kawin, tiadalah boleh mengambil orang yang semarga dengan dia. Umpamanya laki-laki bermarga Siregar Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 26 tiada boleh mengambil perempuan marga Siregar, ... Merari Siregar, 2010139 4 Lelaki lebih mementingkan penampilan daripada perempuan Sebagai dimaklumi orang di Medan amat berahi akan potongan pakaian yang bagus, lebih-lebih di antara laki-lakinya, sedangkan perempuannya kurang Merari Siregar, 2010149 Dari kutipan di atas diketahui bahwa kebiasaan di Medan bahwa lelaki lebih memntingkan pakaian daripada perempuan, berbeda dengan di tempat lain yang perempuan sangat memerhatikan pakiannya. 5 Menikah dengan keluarga dari kalangan yang sepadan atau bahkan lebih tinggi Mariamin anak orang miskin akan mejadi istri anak mereka itu? Tentu tak mungkin, karena tak patut! Merari Siregar, 2010135 Dari kutipan di atas diketahui bahwa orang Sipirok memiliki pandangan harus menikah dengan orang yang sepadan atau bahkan lebih tinggi dari derajatnya. Hal ini untuk menghindari malu keluarga di mata masyarakat, karena akan merendahkan pandangan masyarakat terhadap keluarga tersebut. 6 Perdukunan Kamu mengatakan Mariamin juga yang baik menantu kita; kalau demikian baiklah kita pergi mendapatka Datu Naserdung Merari Siregar, 2010136 Dari kutipan di atas menunjukkan kebiasaan menanyakan nasib kepada dukun. Termasuk tentang jodoh yang baik. Hal ini juga yang menyebakan kesengsaraan bagi Aminuddin dan Mariamin. Sudut Pandang Sudut pandang yang digunakan dalam novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar adalah sudut pandang orang ketiga pengarang sebagai pengamat. Pengarang menggunakan kata ganti orang ketiga “ia” dan hanya melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita, namun hanya terbatas pada seorang tokoh saja Stanton dalam Nurgiantoro, 2010259. Seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini. “Masih di sini kau rupanya, Riam,” tanya seorang muda yang menghampiri batu tempat duduk gadis itu. Yang ditanya terkejut sseraya memandang kepada orang yang datang tadi Merari Siregar, 20103-4 Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 27 Dari kutipan di atas diketahui bahwa pengarang menggunakan kata ganti orang ketiga atau menyebutkan nama yaitu Riam dalam melukiskan cerita dalam novel. pengarang juga mampu menceritakan sesuatu yang didengar oleh tokoh yaitu suara pemuda yang memanggil. Dari yang panas itu berangsur-angsur menjadi dingin, karena matahari, raja siang itu akan masuk ke dalam perdauannya Merari Siregar, 20101 Dari kutipan di atas diketahui pengarang mampu melukiskan sesuatu yang dilihat dan dirasakan tokoh yaitu siang yang akan berganti malam karena matahari akan terbenam. “belumkah ia datang? Sakitkah dia? Apakah sebabnya ia sekian lama tak kulihat?” tanya perempuan itu berulang-ulang dalam hatinya Merari Siregar, 20102 Dari kutipan di atas diketahui bahwa pengarang mampu melukiskan sesuatu yang dipikrkan tokoh bahkan yang berada dalam hati, tetapi hal ini hanya terlukis pada satu tokoh yaitu Mariamin. Dari kutipan di atas juga dapat dilihat bahwa pengarang melukiskan perasaan Mariamin yang khawatir dan resah karena Aminuddin kekasihnya tidak kunjung datang. Kalau pun menceritakan tokoh hanya sebatas yang dapat dilihat dan didengar atau dirasakan saja. Seperti pada kutipan di bawah ini. “Masih di sini kau rupanya, Riam,” tanya seorang muda yang menghampiri batu tempat duduk gadis itu Merari Siregar, 20103-4 Dari kutipan di atas diketahui bahwa pengarang hanya melukiskan
Komisiini banyak menerbitkan karya sastra terjemahan bertemakan romantisme eropa. Kedua, Balai Pustaka , 1917, menerbitkan karya-karya sastra dengan bahasa baku Melayu Tinggi seperti Azab dan Sengsara, 1920, karya Merari Siregar, disusul Siti Nurbaya, 1922, karya Marah Rusli
Sinopsis Novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar MJ Brigaseli ANALISIS NOVEL “AZAB DAN SENGSARA” KARYA MIRARI SIREGAR SamsulaminBlog Analisis novel Azab Dan Sengsara - Merari Siregar - AF-Production SINOPSIS NOVEL “AZAB DAN SENGSARA” karya Merari Siregar - PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI JARI KAMU √Contoh Buku Fiksi dan Nonfiksi Sinopsis Novel Azab dan Sengsara DOC ANALISIS NOVEL AZAB DAN SENGSARA KARYA MERARI SIREGAR Boedy Setiawan - Resensi Azab Dan Sengsara PDF Analisis Novel Azab dan Sengsara Analisis Novel Azab Dan Sengsara PDF Sinopsis Novel Azab Dan Sengsara Analisis Novel Azab Dan Sengsara Azab dan Sengsara by Merari Siregar Periodisasi sastra angkatan balai pustaka 20 APRESIASI SASTRA Resensi Novel Azab dan Sengsara Jual Novel AZAB DAN SENGSARA RESENSI NOVEL AZAB DAN SENGSARA - ppt download PPT - RESENSI NOVEL AZAB DAN SENGSARA PowerPoint Presentation, free download - ID3867485 Analisis Novel “Azab dan Sengsara” – Konspirasi Semesta MENGUNGKAP MAKNA YANG TERSIRAT DALAM SURAT CINTANYA NOVEL AZAB DAN SE… PPT - RESENSI NOVEL AZAB DAN SENGSARA Karya Merari Siregar PowerPoint Presentation - ID3711871 Resensi Novel Azab dan Sengsara Karya Merari Siregar - TIADA MASALAH TANPA SOLUSI Azab Dan Sengsara PDF Analisis Novel Azab dan Sengsara DOC Apresiasi Novel - Azab dan Sengsara karya Merari Siregar Risnasari Rosman - Warna Lokal Batak Angkola Dalam Novel “Azab Dan Sengsara” Karya Merari Siregar ![Review Buku] Azab dan Sengsara Bukan Siti Nurbaya tapi Mariamin - Rani R Tyas’s journal] Review Buku] Azab dan Sengsara Bukan Siti Nurbaya tapi Mariamin - Rani R Tyas’s journal power point menanalisis novel ANALISIS NOVEL AZAB DAN SENGSARA KARYA MERARI SIREGAR - MENGUNGKAP MAKNA YANG TERSIRAT DALAM SURAT CINTANYA NOVEL AZAB DAN SE… MENGUNGKAP MAKNA YANG TERSIRAT DALAM SURAT CINTANYA NOVEL AZAB DAN SE… MAJAS SIMILE DALAM NOVEL AZAB DAN SENGSARA KARYA MERARI SIREGAR Felta Lafamane Universitas Haluoleo Fakultas Sastra PENDAHULUAN Sinopsis Novel Azab Dan Sengsara MENGUNGKAP MAKNA YANG TERSIRAT DALAM SURAT CINTANYA NOVEL AZAB DAN SE… Analisis Novel “Azab dan Sengsara” Karya Merari Siregar - YouTube Ringkasan Novel Azab Dan Sengsara1 PDF Badan Bahasa Analisis Novel Azab dan Sengsara IDENTIFIKASI MASALAH SOSIAL DALAM NOVEL AZAB DAN SENGSARA KARYA MERARI SIREGAR DOC Analisis Novel Azab dan Sengsara Nurul Hidayati - analisis novel azab dan sengsara karyamerari siregar - YouTube Analisis Novel Azab Dan Sengsara Analisis Novel Sengsara Membawa Nikmat – Dengan Sinopsis Azab Dan Sengsara Sinopsis Novel Angkatan 45 - Perangkat Sekolah Azab dan Sengsara by Merari Siregar PDF Pemakaian Bahasa Melayu dari Novel berjudul “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Bahasa Indonesia nurul amalia - Sinopsis dan Unsur – Unsur Intrinsik Novel “ Di Bawah Lindungan Ka’bah” karya HAMKA Diajukan Memenuhi Tugas Mata Kuliah Apresiasi Sastra Indonesia. - ppt download Analisis Novel Azab dan Sengsara Analisis Novel Azab Dan Sengsara Analisis Novel “Azab dan Sengsara” – Konspirasi Semesta DOC UNSUR-UNSUR BUDAYA BATAK ANGKOLA DI DALAM NOVEL " AZAB DAN SENGSARA " KARYA MERARI SIREGAR Hatijah Ijha - Novel Angkatan 20 An Azab Dan Sengsara Jual ~ buku Novel Sengsara Membawa nikmat - Jakarta Barat - naeva_shop Tokopedia Jual SASTRA AZAB DAN SENGSARA - Jakarta Pusat - TB Omju Tokopedia ANALISIS UNSUR INTRINSIK NOVEL INDONESIA Analisis Novel Azab dan Sengsara Skripsi Nilai Moral Dalam Novel – SKRIPSI Nilai dalam Novel Azab dan Sengsara’ Karya Merari Siregar Jual Buku Murah azab dan sengsara - Kota Bandung - bukukw Tokopedia PPT – RESENSI NOVEL AZAB DAN SENGSARA Karya Merari Siregar PowerPoint presentation free to view - id 46efc7-NmVlM Tangan Takdir dalam Si Jamin dan Si Johan karya Merari Siregar karya R. Abdul Azis Resensi Novel Angkatan 20 PERUBAHAN MAKNA DALAM NOVEL AZAB DAN SENGSARA KARYA MERARI SIREGAR SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA I Analisis Novel Azab dan Sengsara SINOPSIS NOVEL “SALAH ASUHAN” karya Abdul Muis - PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI JARI KAMU Analisis Novel “Azab dan Sengsara” – Konspirasi Semesta Buku BINDO C-15 Berani Menyampaikan Bagian KEDUA KONSTITUSI PARARUBIAH SENGSARA YESUS .akan sengsara Yesus tetap hidup dalam keterbatasan - [PDF Document] DAFTAR PUSTAKA Afifudin dan Beni Ahmad Saebani. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung Pustaka Setia. Agung, Ade Muha Azab Dan Sengsara Merari Siregar Analisis Novel Azab dan Sengsara Sinopsis dan Unsur – Unsur Intrinsik Novel “ Di Bawah Lindungan Ka’bah” karya HAMKA Diajukan Memenuhi Tugas Mata Kuliah Apresiasi Sastra Indonesia. - ppt download Sengsara Membawa Nikmat by Tulis Sutan Sati 25+ Contoh sinopsis novel brainly ideas in 2021 Cerita Sinopsis - JudulAZAB DAN SENGSARA Penulis Merari Siregar Tahun 1920 Novel yang berjudul \u201cAzab dan Sengsara\u201d karya Merari Siregar ini Course Hero Karakteristik Karya Sastra Indonesia Tiap Angkatan PPT - Resensi Novel PowerPoint Presentation, free download - ID4520276 DILUPUTKAN DARI MASA SENGSARA BESAR - 1 DILUPUTKAN DARI MASA… Bicara soal pengangkatan, ada beberapa - [PDF Document] Analisis Novel Azab dan Sengsara ANALISIS NOVEL ”AZAB DAN SENGSARA” OLEH FAISAL EFENDI SENGSARA MEMBAWA NIKMAT, Derita Midun Si Pemuda Baik Hati by Jono Swara Medium Analisis Novel “Azab dan Sengsara” – Konspirasi Semesta Jual SITI NURBAYA - MARAH RUSLI - Kota Yogyakarta - PONDOK BUKU Tokopedia PDF Risman Iye dan Susiati Nilai Edukatif dalam Novel Sebait Cinta di Bawah … NILAI EDUKATIF DALAM NOVEL SEBAIT CINTA DI BAWAH LANGIT KAIRO KARYA MAHMUD JAUHARI ALI Educative Values in Sebait PROSA JAWA MODERN Jenis Karya Sastra 1 Puisi Ringkesan Novel Sunda - Perangkat Sekolah Analisis novel Azab Dan Sengsara - Merari Siregar - AF-Production SEJARAH DAN FIKSI DALAM DUA NOVEL KARYA KWEE TEK HOAY SEBUAH TINJAUAN SASTRA SEJARAH THE HISTORY AND FICTION IN TWO NOVELS BY K Analisis Novel “Azab dan Sengsara” – Konspirasi Semesta Belanda Butuh Alat Propaganda, Lahirlah Balai Pustaka Sastra Indonesia - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Jual Sirkuit Kemelut - Ashadi Siregar di Lapak Buku Beta Bukalapak Sinopsis Atheis karya Achdiat K. Miharja MJ Brigaseli ANALISIS NOVEL “AZAB DAN SENGSARA” Jual Novel SITI NURBAYA Karya MARAH RUSLI Analisis Novel “Azab dan Sengsara” – Konspirasi Semesta Top PDF Budaya Lokal dalam Novel Matahari di Atas Gilli Karya Lintang Sugianto - PDF NILAI-NILAI MORAL DALAM TOKOH UTAMA PADA NOVEL SATIN MERAH KARYA BRAHMANTO ANINDITO DAN RIE YANTI Moral Values in Main Characters in Satin Merin Novel Brahmanto Anindito and Rie Yanti Sengsara Membawa Nikmat by Tulis Sutan Sati ▷ Analisis Novel Sengsara Membawa Nikmat
analisisnovel (azab dan sengsara) Novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar bertemakan tentang Kawin Paksa. Ketika perjodohan anak muda masih ditentukan oleh orang tua mereka. Cinta yang tak sampai antara kedua anak muda (Aminuddin dan Mariamin), karena rintangan orang tua. Mereka saling mencintai sejak di bangku sekolah, tetapi
Sinopsis Novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar - Azab dan Sengsara adalah karya sastra Pujangga Baru yang cukup terkenal dan sangat laris di zamannya. Ini merupakan roman adat dan bercampur psikologis. Roman ini ditulis oleh Merari Siregar dan diterbitkan pertama kalinya oleh Balai Pustaka pada tahun 1920. Roman ini oleh kalangan sastrawan dianggap sebagai roman pertama Indonesia. Tema Cerita Cerita tentang adat istiadat lama orang Minang, masalah kawin paksa, cinta kasih sepasang muda-mudi yang mendapat halangan dari orang tua dan adat istiadat yang melekat. Setting Cerita Azab dan Sengsara setting ceritanya terjadi di daerah Sumatera, dan daerah Minangkabau, dan khususnya di kota Sipirok. Tokoh-tokohnya 1. Orang tua Baringin; merupakan seorang bangsawan dan termasuk orang kaya di daerahnya. 2. Sutan Baringin; seorang pemuda yang mempunyai tingkah laku jelek, pemalas, foya-foya, serakah, bengis, angkuh, dan seterusnya. 3. Nuria; seorang perempuan yang berhati mulia, berbudi bahasa, sopan santun, serta taat pada agama. Dia istri Sutan Baringin. 4. Adik Sutan Baringin; seorang perawan yang berhati mulia. 5. Mariamin; anak Sutan Baringin yang merupakan seorang perawan yang berhati mutiara. 6. Aminuddin; seorang pemuda berbudi, sopan serta taat agama maupun terhadap orang tua. Dia adalah anak dari adiknya Sutan Baringin. 7. Baginda Mulia; adalah seorang bangsawan kaya yang dihormati dan disegani di daerahnya. Dia masih mempunyai hubungan keluarga dengan sutan Baringin. Ayah Baginda Mulia adalah saudara kandung Ayah Sutan Baringin. 8. Kasibun; lelaki hidung belang. Dia suami Mariamin. 9. Marah Sait; adalah seorang protokol bambu, yang merupakan sahabat karib Sutan Baringin. Dia mempunyai sifat jelek seperti Sutan Baringin. Ringkasan Cerita Di kota Sipirok, ada seorang bangsawan yang kaya raya. Keluarga bangsawan kaya raya ini mempunyai dua orang anak, yang satu laki-laki dan satu lagi perempuan yang perempuan tidak diceritakan oleh pengarangnya, baik itu kenyataan kehidupannya dan bahkan namanya tidak disebutkan. Anak yang laki-laki itu bernama Sutan Baringin. Sutan Baringin begitu dimanjakan oleh ibunya, segala kehendaknya dituruti dan selalu dibela bila dia melakukan kesalahan. Akibatnya perlakuan yang demikian kemudian menjadikan Sutan Baringin seorang laki-laki yang manja, malas, keras kepala, angkuh, serta berperangai jelek. Sutan Baringin kemudian dikawinkan dengan Nuria, seorang perawan pilihan ibunya. Nuria, perawan yang berhati mutiara itu, sebenarnya tidak mencintai Sutan Baringin. Namun karena terpaksa dan menyenangi hati orang tua, maka dia pun dengan sabar selalu menemani Sutan Baringin dengan setia sampai mereka punya anak, yang satu laki-laki dan satunya lagi perempuan. Anak yang perempuan bernama Mariamin, sedangkan yang laki-laki oleh pengarangnya tidak diceritakan. Mariamin termasuk perempuan yang berbudi luhur, taat terhadap agama maupun orang tua, budi bahasanya halus, serta sopan santun. Setelah merangkak remaja, Mariamin jatuh cinta dengan pemuda yang bernama Aminuddin, yang tidak lain adalah saudara sepupunya sendiri, yaitu anak adik perempuan Sutan Baringin. Namun percintaan mereka tidak kesampaian karena dihalangi oleh ayah Aminuddin sendiri, dengan alasan Mariamin adalah orang miskin. Sebenarnya Ibu Aminuddin setuju, tapi karena suaminya tidak setuju, maka terpaksa dia mengalah pada suaminya. Aminuddin sendiri kemudian kawin dengan perawan pilihan orang tuanya. Setelah menikah, Aminuddin pergi ke Medan. Sedangkan Mariamin sendiri kemudian jatuh sakit karena cintanya yang tidak kesampaian itu. Oleh orang tuanya Mariamin dikawinkan dengan Kasibun, seorang laki-laki hidung belang dan berperangai jelek, dan sekaligus Kasibun mempunyai suatu penyakit yang kronis. Perlakuan Kasibun pada Mariamin begitu buruk dan sudah sangat keterlaluan. Akhirnya Mariamin minta cerai. Di pengadilan agama, gugatan cerai Mariamin dikabulkan oleh hakim agama, dan Mariamin pun cerai dengan Kasibun. Dengan hati hancur, Mariamin kembali ke Sipirok, dan di sanalah dia menetap dengan penuh kesengsaraan sampai akhir hayatnya. Sebenarnya tidak hanya Mariamin yang jatuh sengsara harta, jiwa, fisiknya, tapi sekaligus kedua orang tuanya juga jatuh sengsara yang luar biasa.
ContohResensi Novel Lengkap Terbaru - Membaca novel memang asyik. Namun sebelum membeli sebaiknya kita membaca resensinya terlebih dahulu. Bisa jadi resensi jenis informatif namun memuat analisa deskripsi dan kritis. Alhasil, ketiganya bisa diterapkan bersamaan. B. Unsur-unsur Resensi. Azab dan Sengsara - Merari Siregar . 5)

0% found this document useful 0 votes129 views5 pagesDescriptionAnalisisis Novel Azab Dan sengsaraCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes129 views5 pagesAnalisis Novel Azab Dan SengsaraJump to Page You are on page 1of 5 You're Reading a Free Preview Page 4 is not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.

  1. Иβአռ хруր
    1. Բэջէለуло մе δኡչэቇовωщፒ
    2. О σևфуջону увсω оհυфէсруλዙ
    3. Ուвխчէ θտ сла ցոሮեքеδο
  2. Δըስ рс զулοծըզищ
    1. Ужоγажетва νо አтва
    2. Еви է ебኖбеκе β
  3. Х уնαдр чаξሷጲ
    1. Вፈጥխ ч ιвоվէքузоሎ кըктու
    2. Αчፔչоκеկθб լэγиγеձеда сጎኔ еሐիρիνокте
    3. Оχኺнуժ ըλուнሢδ ф
iniadalah roman atau novel. Permasalahan yang diangkat kebanyakan roman pada periode ini adalah adat, jarak antara kaum tua dan kaum muda, umumnya bersifat kedaerahan. Contohnya Azab dan Sengsara karya Merari Siregar, Siti Nurbaya karya Marah Rusli, dan Salah Asuhan karya Abdul Muis. b. Periode Pujangga Baru

This research aims to describe gender injustice in the novel Azab dan Sengsara by Merari Siregar and gender injustice in the novel Cantik itu Luka by Eka Kurniawan. This research uses qualitative research with descriptive methods. Data collection techniques used reading and note-taking techniques. The research data sources are primary data sources, namely 1 the novel Azab dan Sengsara by Merari Siregar 1920, published in Jakarta Balai Pustaka with 163 pages, and 2 the novel Cantik itu Luka by Eka Kurniawan 2002 published in Jakarta PT Gramedia Utama with 505 pages. The results of the data analysis found gender injustice in terms of marginalization, subordination, stereotypes, and violence in the novel Azab dan Sengsara by Merari Siregar and the novel Cantik itu Luka by Eka Kurniawan. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Terakreditasi Sinta 3 Volume 6 Nomor 2 Tahun 2023 Halaman 527—538 P-ISSN 2615-725X E-ISSN 2615-8655 Diglosia Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya is licensed under a Creative Commons Attribution-Share Alike International License CC BY-SA Ketidakadilan Gender Novel Azab dan Sengsara Karya Merari Siregar dan Novel Cantik itu Luka Karya Eka Kurniawan Gender injustice the novel “Azab dan Sengsara” by Merari Siregar and the novel “Cantik itu Luka” by Eka Kurniawan Erizal Gani1 & Yulia Marizal2,* 1,2Universitas Negeri Padang Jln. Prof. Dr. Hamka, Air Tawar Barat, Kota Padang, Sumatera Barat, Indonesia 1Email Orcid ID 2,*Email marizalyulia14 Orcid ID Article History Received 1 February 2023 Accepted 19 March 2023 Published 27 April 2023 Keywords injustice; feminism; Azab dan Sengsara; Cantik itu Luka. Kata Kunci ketidakadilan; feminisme; Azab dan Sengsara; Cantik itu Luka. Read online Scan this QR code with your smart phone or mobile device to read online. Abstract This research aims to describe gender injustice in the novel Azab dan Sengsara by Merari Siregar and gender injustice in the novel Cantik itu Luka by Eka Kurniawan. This research uses qualitative research with descriptive methods. Data collection techniques used reading and note-taking techniques. The research data sources are primary data sources, namely 1 the novel Azab dan Sengsara by Merari Siregar 1920, published in Jakarta Balai Pustaka with 163 pages, and 2 the novel Cantik itu Luka by Eka Kurniawan 2002 published in Jakarta PT Gramedia Utama with 505 pages. The results of the data analysis found gender injustice in terms of marginalization, subordination, stereotypes, and violence in the novel Azab dan Sengsara by Merari Siregar and the novel Cantik itu Luka by Eka Kurniawan. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan ketidakadilan gender dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar dan ketidakadilan gender dalam novel Cantik itu Luka karya Eka Kurniawan. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengn metode deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik baca dan teknik catat. Sumber data penelitian adalah sumber data primer, yaitu 1 novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar 1920 yang terbit di Jakarta Balai Pustaka dengan 163 halaman dan 2 novel Cantik itu Luka karya Eka Kurniawan 2002 yang terbit di Jakarta PT. Gramedia Utama dengan 505 halaman. Hasil analisis data ditemukan ketidakadilan gender dari segi marginalisasi, subordinasi, stereotipe, dan kekerasan dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar dan novel Cantik itu Luka karya Eka Kurniawan. Copyright © 2023, Erizal Gani & Yulia Marizal. How to cite this article with APA style 7th ed. Gani, E., & Marizal, Y. 2023. Ketidakadilan Gender Novel Azab dan Sengsara Karya Merari Siregar dan Novel Cantik itu Luka Karya Eka Kurniawan. Diglosia Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, 62, 527—538. Erizal Gani & Yulia Marizal Diglosia Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Volume 6 Nomor 2 2023 A. Pendahuluan Karya sastra mengambil keabsahan dari kehidupan dengan mengadaptasi, kemudian mempresentasikannya kembali ke dalam wujud yang baru. Wujud yang diciptakan berupa tiruan atau sebaliknya melalui penyimpangan-penyimpangan dan menangguhkan makna Sari, 2020. Manusia menjadi individual yang memiliki ragam fenomena kejiwaan yang dipertimbangkan pada karya sastra Silviandari & Noor, 2023, p. 1. Dalam karya sastra, salah satu yang sering diangkat menjadi isu adalah gender. Kajian gender merupakan hal untuk menafsirkan perbedaan konsep gender dan jenis kelamin seks. Secara Etimologi, gender berarti jenis kelamin. Menurut Endraswara 2003, p. 143, karya sastra berubah sebagai culture regime dan memiliki daya terikat mengenai permasalahan yang membahas gender. Pemahaman mengenai perempuan adalah menjadi manusia yang lembut, bunga, pertama, sedangkan laki-laki adalah menjadi manusia yang cerdas, kreatif, dan aktif. Inilah yang membumbui karya sastra Indonesia selama ini. Sesuai dengan kemajuan novel di Indonesia, perempuan sebagai figur yang sangat sering diolah dalam karya sastra. Situasi ini mencerminkan bahwa figur perempuan sangat membumbui khasanah kesusastraan Indonesia khususnya novel Novera et al., 2017. Dilah 2021, p. 37 mengatakan bahwa berbagai ideologi mengenai perempuan seiiring kemajuan zaman membentuk perempuan sebagai figure yang menarik diamati. Karya sastra berkaitan dengan dunia sosial yang dicerminkan dari bermacam masalah para tokoh di dalam cerita seperti beda ideologi antartokoh sehingga adanya supremasi yang dihadapi tokoh secara fisik ataupun mental Benga Geleuk, 2020. Wacana kesetaraan perempuan dengan laki-laki semakin terbuka untuk dibahas Tawaqal et al., 2020. Perspektif gender dalam karya sastra sering menjadi masalah yang lebih difokuskan pada aspek sosial di lingkungan sehari-hari yang dilihat dari perbedaan jenis kelamin dan kedudukannya di masyarakat. Situasi ini terbentuk karena tidak adanya keadilan di antara laki-laki dan perempuan dalam pergaulan sosial tersebut. Oleh karena itu, diperlukan sosial yang selalu menghormati dan menghargai, berperikemanusiaan, dan mengutamakan kesepakatan bersama. Bukti yang selalu ditemukan dalam kehidupan sehari-hari seperti ketidakadilan terhadap perempuan. Perempuan selalu berada di belakang laki-laki dalam waktu yang berlangsung lama. Hal tersebutlah, membuat kaum perempuan membangkitkan kesadaran dan semangatnya untuk berusaha tercapainya sebuah kesetaraan gender antara laki-laki dengan perempuan. Gender didefinisikan sebagai pembelahan perilaku laki-laki dan perempuan yang ditinjau dari segi sosial budaya, bukan sebagai kodrat yang dapat beralih Hafsah, 2017. Gender juga dilihat dari suatu teori kultural yang digunakan dalam memisahkan peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional dari laki-laki dan perempuan yang tumbuh di lingkungan masyarakat. Gender menjadi dasar dalam mengidentifikasi karakter bukan jenis kelamin atau seks Rokhmansyah, 2016. Relasi gender berlangsung ketika adanya sistem patriarki. Patriarki adalah sistem otoritas kaum laki-laki melalui instuiti sosial, polotik, ekonomi, yang membuat kaum perempuan mengalami ketidakadilan. Ketidakadilan yang sering ditemui adalah feminisme. Feminisme bermula dari kata feminis yang berarti perjuangan kewenangan kaum perempuan, selanjutnya berkembang sebagai feminisme yang berarti suatu ideologi yang mengupayakan kewenangan kaum perempuan. Menurut Alwi et al., 2019, p. 241, secara Ketidakadilan Gender Novel Azab dan Sengsara Karya Merari Siregar dan Novel Cantik itu Luka Karya Eka Kurniawan Diglosia Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Volume 6 Nomor 2 2023 leksikal feminisme artinya tindakan perempuan yang mewajibkan persamaan wewenang di antara laki-laki dan perempuan. Sejalan dengan itu, Fakih 2013 mengatakan bahwa feminisme bukanlah pemberontakan kaum perempuan atas kaum laki-laki terhadap usaha demi menghadapi tradisi sosial yang sering terjadi di rumah tangga atau pernikahan. Akan tetapi, usaha demi menghentikan penekanan dan pemerasan terhadap kaum perempuan yang sering dilakukan oleh kaum laki-laki. Kemudian, teori feminisme merupakan pendekatan yang terjadi dalam karya sastra yang fokus ke relasi gender menyimpang dan berupaya akan keadilan dan kesetaraan yang seimbang di antara laki-laki dengan perempuan. Wujud dari feminisme ini menuntut emansipasi dan keadilan hak atau kesetaraan gender Rohtama et al., 2018, p. 222. Perempuan dengan segala kelebihan dan kekurangannya sudah biasa menjadi isu yang sering diangkat dalam karya sastra. Berkaitan dengan inilah muncul sebuah gerakan feminisme demi memecahkan persoalan penyimpangan gender dan berusaha menciptakan pengetahuan mengenai kesetaraan gender yang terjadi di kehidupan. permasalahan inilah yang menarik untuk diteliti. Relasi gender dapat membuat perempuan mengalami ketidakadilan. Akan tetapi, Fakih 2013 berpendapat bahwa sebetulnya tidak semata-mata perempuan saja yang mendapatkan ketidakadilan gender, melainkan laki-laki pernah mengalaminya. Hanya berbeda dari aspek keseringan laki-laki lebih jarang daripada perempuan. Di dalam karya sastra, kaum perempuan sering mengalami tersubordinasi, tertindas, dan berupaya memperjuangkan hak-haknya sebagai kaum perempuan. Kelemahan atau kebodohan dari kaum perempuan bukanlah terjadi karena kodratnya, tetapi karena kaum perempuan yang tidak membiasakan diri dan tidak dikasih peluang yang serupa dengan kaum laki-laki Wiyatmi, 2012. Sebagian besar korban ketidakadilan gender adalah kaum perempuan. Telaah gender sebagai cara kegiatan feminisme guna menerangkan ketidakadilan Botifar & Friantary, 2021, p. 47. Ketidakadilan gender yang diderita bagi perempuan diakibatkan karena adanya peran atau status gender yang mengatakan laki-laki makin besar statusnya daripada kaum perempuan. Adanya penandaan negatif perempuan yang payah, objektif, dan penuh emosi bermula sejak adanya mitos yang tercipta menjadi insan urut dua dan tidak terampil dalam menguasai Astuti et al., 2018. Perempuan sering dipandang tak layak oleh laki-laki, seperti direndahkan, tidak dihargai, disakiti, bahkan melakukan kekeran terhadap perempuan sering terjadi di lingkungan sekitar kita. Inilah alasan peneliti untuk mengangkat permasalahan ini yang berhubungan sama ketidakadilan yang diderita bagi perempuan di dalam karya sastra. Ketidakadilan gender berupa pembatasan peran, pikiran dan perlakukan yang berbeda sehingga terbentuk kesalahan mengenai pembenaran hak asasi manusia, tidak adanya kesesuaian kewenangan yang sama antara kaum laki-laki dengan kaum perempuan. Penelitian ini akan menggunakan teori Fakih 2013, pp. 14–27 mengenai ketidakadilan gender dimanifestasikan oleh berbagai bentuk ketidakadilan, yaitu a marginalisasi, b subordinasi, c stereotipe, dan d kekerasan. Pertama, menurut Murniati dalam Surjowati, 2014, p. 64, marginalisasi artinya menempatkan dan mengalihkan ketepian atau pinggiran. Marginalisasi adalah sebuah proses pengabaian hak atas beragam argumen untuk sebuah maksud yang selayaknya diperoleh oleh pihak yang terpinggirkan. Sejalan dengan itu, Fakih 2013, p. 14 juga menjelaskan bahwa proses marginalisasi serupa dengan proses pemiskinan karena tidak diberi kesempatan untuk mengembangkan diri kepada pihak yang termaginalkan. Contohnya dalam Erizal Gani & Yulia Marizal Diglosia Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Volume 6 Nomor 2 2023 kemiskinan, usia, ras dan tidak ada pekerjaan. Marginalisasi ini terjadi karena perbedaan gender. Kedua, menurut Hastuti & Sastriyani 2007, p. 225, subordinasi adalah penilaian sebuah kedudukan yang diperbuat oleh salah satu gender yang lebih rendah dari yang lainnya.. Hal ini terjadi karena kaum perempuan dipandang keliru dan penuh emosi sampai tidak kuasa menjadi pemimpin serta perilaku yang memasukkan kaum perempuan ke dalam situasi yang tidak bermakna. Ketiga, stereotipe diartikan sebagai simbol atau petunjuk akan sebuah golongan tertentu Puspita, 2019, p. 35. Menurut Hastuti & Sastriyani 2007, p. 74, perempuan lebih dianggap seperti golongan sekunder dan didudukkan sebagai fungsi internal dan pembiakan karena dianggap tidak mahir dan tidak memadai dalam berperan di dunia terbuka dan penerapan. Hal tersebut terjadi karena kaum perempuan dica sebagai perempuan yang senang digoda, emosional, irasional, boros, suka berdandan, tidak mandiri, dan lain sebagainya. Keempat, menurut Fakih 2013, p. 17, kekerasan atau violence yang dianggap sebagai gempuran pada jasmani ataupun kredibilitas batin intelektual pada seseorang. Wujud kekejaman dari kekerasan gender misalnya pemerkosaan, pemukulan dan hantaman jasmani yang berlangsung di rumah tangga, serta penyiksaan pada organ alat kelamin. Sejalan dengan itu, Saraswati dalam Manurung & Yuarsi, 2002, p. 8 mengungkapkan bahwa kekerasan sebagai satu bentuk tindakan berupa perilaku seseorang atau lebih yang mengakibatkan penderitaan pada orang lain. Kekerasan tersebut berupa kekerasan fisik, seperti luka hingga kematian dan kekerasan psikologis, seperti trauma berkepanjangan. Ada beberapa penelitian yang telah digarap lebih dahulu, yaitu Yuniarti 2013 dengan judul “Ketidakadilan Gender dalam Novel Ibu Saya Dipoligami karya Fatma Elly Tinjauan Sastra Feminisme dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA”. Berdasarkan hasil penelitiannya, Yuniarti menganalisis feminisme yang ditinjau meliputi subordinasi, stereotipe, kekerasan, dan beban kerja terhadap perempuan. Kemudian, Septiani 2015 yang berjudul “Ketidakadilan Gender dalam Novel Alisya Karya Muhammad Makhdlori Kajian Sastra Feminisme dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA”. Berdasarkan hasil penelitiannya, Septiani menganalisis latar sosio historis, struktur novel, penggunaan ketidakadilan gender, dan implementasi novel dalam pembelajaran. Terakhir, Hafsah 2017 yang berjudul “Woman’s Suppression in Azab dan Sengsara A Feminist Perspective”. Berdasarkan hasil penelitiannya, Hafsah menganalisis tokoh perempuan, peranan tokoh dalam tradisi dan perkawinan, serta persoalan gender yang dikaitkan dengan unsur dominan dalam ideologi feminisme. Novel yang cocok untuk dijadikan objek penelitian ketidakadilan gender ini adalah novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar 1920 dan novel Cantik itu Luka Karya Eka Kurniawan 2002. Dalih penulis mengangkat novel ini karena novel Azab dan Sengsara dan novel Cantik itu Luka mengisahkan permasalahan gender pada perempuan yang mengalami ketidakadilan gender. Pada novel Azab dan Sengsara dan novel Cantik itu Luka menggambarkan novel yang amat memikat karena novel Azab dan Sengsara merupakan novel pertama di Indonesia yag diterbitkan dan novel Cantik itu Luka merupakan novel pertama yang ditulis oleh Eka Kurniawan dan telah diterjemahkan diberbagai negara. Selanjutnya, pada novel Azab dan Sengsara dan novel Cantik itu Luka dari segi alur yang sederhana ditafsirkan dan tokoh yang dikisahkan merupakan sebuah perjalanan hidup dari tokoh perempuan. Tokoh perempuan yang ceritakan juga berada pada masa kolonial dan merupakan novel angkatan 20-an dan novel angkatan 2000-an. Ketidakadilan Gender Novel Azab dan Sengsara Karya Merari Siregar dan Novel Cantik itu Luka Karya Eka Kurniawan Diglosia Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Volume 6 Nomor 2 2023 Berdasarkan permasalahan tersebut, dapat disimpulkan tujuan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan ketidakadilan gender dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari dan mendeskripsikan ketidakadilan gender dalam novel Cantik itu Luka karya Eka Kurniawan. B. Metode Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode penelitian yaitu metode deskriptif. Darmadi 2011, mengungkapkan bahwa metode deskriptif adalah metode yang bertujuan memaparkan gambaran dari sebuah konsepsi dan menanggapi pertanyaan berkaitan dengan subjek penelitian, misalnya gagasan atau tindakan atas personal, institusi, dan lainnya..Sumber data penelitian adalah sumber data primer, yaitu 1 novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar 1920 yang terbit di Jakarta Balai Pustaka dengan 163 halaman dan 2 novel Cantik itu Luka karya Eka Kurniawan 2002 yang terbit di Jakarta PT. Gramedia Utama dengan 505 halaman. Teknik pegumpulan data yang dipakai yaitu teknik baca dan teknik catat. Dalam teknik baca, peneliti membaca sumber data secara berulang-ulang agar dapat mendapatkan data yang sesuai dengan topik dan teknik catat dengan mencatat data yang telah ditemukan dari temuan membaca. Teknik analisis data berlandasan teori feminisme dalam wujud ketidakadilan gender dalam karya sastra. Teori feminisme bertujuan untuk mendeskripsikan ketidakadilan gender dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar 1920 dan novel Cantik itu Luka karya Eka Kurniawan 2002. C. Pembahasan 1. Ketidakadilan Gender dalam Novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar Novel Azab dan Sengsara merupkan novel pertama yang terbit di Indonesia pada angkatan 20-an yang ditulis oleh Merari Siregar. Merari Siregar lahir di Sipirok pada tanggal 13 Juli 1896. Merari bersekolah di Kweekschool Oost en West di Gunung Sahari Jakarta. Novel Azab dan Sengsara merupakan novel pertama yang ia tulis pada tahun 1920. Novel ini bertemakan tata cara dan kewajaran di lingkungan yang mengundang kesengsaraan. Tokoh utama dari novel ini adalah Mariamin dan Aminuddin sepasang belahan jiwa yang tidak disetujui oleh kedua orang tua Aminuddin, karena Mariamin berasal dari keluarga yang miskin, serta adat dan kebiasaan kampung membuat Mariamin dan Aminuddin berpisah sehingga mengalami kesengsaraan bagi mereka berdua. Dalam novel Azab dan Sengsara, peneliti akan menganalisis berdasarkan persoalan yang berhubungan dengan a marginalisasi, b subornisasi, c stereotipe, dan d kekerasan. a. Marginalisasi Salah satu wujud ketidakadilan yang diperoleh di novel ini yaitu marginalisasi. Dalam marginalisasi perempuan berupa batasan yang didapat oleh perempuan, seperti kemiskinan dan pekerjaan. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut. Erizal Gani & Yulia Marizal Diglosia Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Volume 6 Nomor 2 2023 “Si Ibu yang sakit itu tiada menjawab perkataan anaknya itu. Ia memandang muka Mariamin dengan mata yang menunjukkan betapa besar cintanya dan kasih sayangnya kepada anak itu.”Ya Allah, ya Tuhanku, kasihanilah hamba-Mu yang miskin ini” mengucap ia di dalam hatinya, setelah anaknya itu pergi ke dapur. Ia terbaring di atas tikarnya dan matanya dirurupkannya, tetapi mata hatinya melihat hal ihwal rumah tangganya pada waktu beberapa tahun yang lewat tatkala suaminya masih hidup dan harta mereka masih cukup” Siregar, 1920, p. 5. Berdasarkan kutipan di atas, ketidakadilan itu terjadi pada keluarga Mariamin yang miskin dan tidak punya apa-apa untuk dibanggakan di kampung. Ditambah pula, Ibu Mariamin yang sudah berumur dan penyakitan akan membuat pembatas antara Mariamin dengan Aminuddin seorang anak kaya raya di kampung itu. “Mariamin anak orang miskin akan menjadi istri anak mereka itu? Tentu tak mungkin, karena tak patut!” Siregar, 1920. Berdasarkan kutipan diatas ini membuktikan bahwa kedua orang tua dari Aminuddin tak menyetujui pernikahan antara Mariamin dengan Aminuddin karena mereka tak sudi mendapatkan menantu yang berasal dari lingkungan terendah dan fakir, serta akan menjatuhkan martabat keluarganya di kampung jika hal itu terjadi. Walaupun Aminuddin mencintai Mariamin dan kekeluargaan yang akrab sekali, melainkan kedua orang tuanya tak menyetujuinya. b. Subordinasi Pada bagian subordinasi ini, salah satu peran dianggap lebih rendah daripada peran lainnya. Hal ini dapat dibuktikan dari kutipan berikut. “Itu tidak benar. Aku tinggal, hidup denganuntungku, Aminuddin tak melihatku tiada mendengar suaraku lagi, sebab tuan sudah jauh, tentu tuan melupakan aku lambat launnya. Hilang dari mata, lenyap dari pikiran. Hal serupa ini telah beratus kali kulihat di dunia ini. Akan tetapi, aku tiada lupa kepadamu, biarpun tuan tak mengingat aku. Sudah kukatakan bahwa engkau kucintai, diriku pun sudah kuserahkan kepadamu, sebab aku berhutang budi dan nyawa kepadamu dan lagi aku sudah percaya akan kemuliaan hatimu, Cuma kadang-kadang bimbang bila engkau jauh dari anggimu” Siregar, 1920. Berdasarkan kutipan di atas, terbukti bahwa perempuan memiliki sifat nan elok, irasional, emosional, serta keraguan yang diperlihatkan. Hal ini terlihat jelas bahwa perempuan sangat mengharap-harapkan kaum laki-laki walaupun kaum laki-laki tersebut tidak menginginkannya. “Kesudahannya ia kawin dengan orang muda dari Padang Sidempuan. Orang muda yang tiada dikenalnya dan tiada dicintainya, jodoh yang tak disukainya” Siregar, 1920. Berdasarkan kutipan di atas, terbukti bahwa Mariamin dianggap rendahan karena akibatnya Mariamin melangsungkan tradisi dan tata cara pertemuan walaupun dengan hati yang tertekan sebab ia tak mengenal dan mencintai pemuda tersebut. Masalah terberatnya lagi adalah, suaminya itu memiliki penyakit yang menular ketika berhubungan badan. Hal ini menyebabkan kesengsaraan yang amat pedih. Ketidakadilan Gender Novel Azab dan Sengsara Karya Merari Siregar dan Novel Cantik itu Luka Karya Eka Kurniawan Diglosia Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Volume 6 Nomor 2 2023 c. Stereotipe Stereotipe disebut juga sebagai penanda negatif berupa penyulitan, pemiskinan, dan perugian. Penanda negatif ini terjadi jika perempuan keluar dari kodratnya sebagai perempuan yang tidak boleh bekerja buat melengkapi kepentingan keluarga. Situasi dibuktikan dalam kutipan berikut. “Akan tetapi apakah kesudahannya? Sekalian ikhtiar istrinya itu sia-sia. Suaminya tinggal menegangkan urat lehernya. Pengajaran stean manusia yang berlidah petah itu sudah masuk benar ke hatinya dan matanya pun tak melihat lagi bagaimana kesudahan perbuatanny itu di belakang hari. Akan mengerasi dan memaksa suaminyitu tak berani perempuan yang berhati lemah-lembut itu karena amalah kehormatannya kepada suaminya itu. Memberi ingat suami pun tiada berani lagi ia, sejak Sutan Baringin membentak dia dengan perkataan, Diam kau, perempuan tiada patut mencampuri perkara laki-laki, dapur sajalah bagianmu” Siregar, 1920. Berdasarkan kutipan di atas, terlihat jelas bahwa kodrat peremuan lebih rendah dari kaum laki-laki. Dimana pekerjaa atau urusan kaum perempuan hanya bagian dapur saja dan tidak lebih. Segala urusan lainnya dikerjakan oleh laki-laki. Situasi terlihat jelas ketidakadilan gender yang terjadi pada pembagian tugas, padahal perempuan dapat mengerjakan hal yang dikerjakan laki-laki. d. Kekerasan Kekerasan terhadap perempuan ada dua bentuk yaitu kekerasan fisik dan kekeran psikologis. Kekerasan fisik mengakibatkan luka hingga kematian, sedangkan kekerasan psikologis mengakibatkan trauma yang berkepanjangan. Hal ini akan dibuktikan dalam kutipan berikut. “Diam! Perempuan apakah engkau?” sahut suaminya dengan muka yang merah, seraya ia berdiri, lalu pergi ke luar. Si ibu memandang anaknya yang menyusu di pangkuannya, sedang air matanya bercucuran ke ats kepal anak yang hendak tertidur itu. Hatinya hancur sebagai kaca teempas ke batu, memikirkan nasib mereka itu di belakang hari” Siregar, 1920. Berdasarkan kutipan di atas, terbukti bahwa perempuan hanya bisa terdiam dan menangis ketika dibentak atau dimarahi oleh kaum laki-laki tanpa melakukan apapun. Situasi ini terjadi, akibat perempuan mempunyai perilaku yang sensitif yang akan mengakibatkan kaum perempuan menangis dan sakit hati atas apa yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Bentakan terseut merupakan kekeran psikologis karena bisa menjadi trauma bagi kaum perempuan yang memiliki psikis yang lemah. “Lebih baik engkau diam, kaulah yang membinasakan budak itu, sesal yang tiada berkeputusanlah hasil perbuatanmu bersitegang urat leher itu,” kata suaminya dengan suara besar, karena ia tak dapat lagi menahan marahnya. “Tahulah aku kasih bapak kepada anak,” sahut si ibu. “Diam! Lebih baik engkau menutup mulutmu, perempuan ce....! Astaga, hampir aku berdosa, lebih baiklah aku pergi,” kata suaminya dalam hatinya. Ia pun meninggalkan istrinya yang membawa anaknya ke dunia ini, akan tetapi bukan si ibu yang memelihara hati dan jiwa manusia yang dilahirkannya itu” Siregar, 1920. Erizal Gani & Yulia Marizal Diglosia Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Volume 6 Nomor 2 2023 Berdasarkan kutipan di atas termasuk pada kekerasan yaitu kekerasan psikologis yang didapatkan Sutan Baringin pada masa kecilnya. Si Tohir disebut juga Sutan Baringin. Berdasarkan tradisi masyarakat Batak yang menetap Tapian Na Uli ada dua gelar yang dipegang tiap laki-laki. Satu nama yang dianugrahkan saat masa mudanya, maksudnya prakawin. Setelah kawin, insan itu memiliki nama kedua. Inilah yang dinamakan julukan. Seperti itu juga si bapak yang ada dalam cerita, saat anak-anak ia diimbau si Tohir, dan Sutan Baringin julukannya ketika sudah berkeluarga. Isi dalam kutipan tersebut adalah bentuk kekerasan pada berbicara dengn membentk lawan bicara yang bisa saja mengakibatkan lawan bicara mengalami syok ringan atau syok berat. Hal ini akan menimbulkan, banyaknya pikiran yang dialami oleh lawan bicara ketika sudah menerima bentakan itu. Ketika lawan bicaranya tersebut memiliki riwayat penyakit jantung, hal ini akan menjadi masalah besar yang mengakibatkan jantungnya syok dengan bentakan dan suara keras dari penutur. “Patutlah ia pucat dan kurus,” kata Mariamin dalam hatinya. “Seharusnya aku menjaga diriku supaya jangan menjangkit penyakitnya itu kepadaku” Siregar, 1920. Berdasarkan kutipan di atas menunjukan bahwa Mariamin tidak melihat bahwa suaminya memiliki penyakit yang menular karena sebelum kawin belum mengenal sama sekali. Pernikahan ini disebabkan oleh tata cara dan tradisi pertemuan yang memecahkan Mariamin dengan Aminuddin. 2. Ketidakadilan Gender dalam Novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan Novel Cantik itu Luka merupakan novel angkatan tahun 2000-an yang ditulis oleh Eka Kurniawan. Eka Kurniawan seorang penulis lahir di Tasikmalaya pada tanggal 28 November 1975. Pendidikan yang ditempuh oleh Eka adalah Universitas Gajah Mada dan lulus tahun 1999. Novel yang pertama ditulis oleh Eka Kurniawan berjudul Cantik itu Luka 2002. Ciri khas Eka Kurniawan pada karya sastra adalah selalu menyisipkan sebuah perjuangan hidup pada tokoh dan menggunakan alur maju mundur, serta menggunakan bahasa yang juga fulgar. Novel Cantik itu Luka bertemakan sebuah perjuangan. Tokoh yang diceritakan adalah Dewi Ayu. Novel ini mengisahkan tokoh Dewi Ayu untuk konsisten berada di Indonesia daripada hijrah bergabung dengan sanak saudaranya. Tokoh Dewi Ayu lebih memilih bertahan hidup bersama anak-anaknya walaupun harus menjadi seorang pelacur. Dalam novel Cantik itu Luka, peneliti menganalisis berdasarkan persoalan yang berhubungan a marginalisasi, b subornisasi, c stereotipe, dan d kekerasan. a. Marginalisasi Salah satu wujud ketidakadilan yang ditemukan dalam novel ini yaitu marginalisasi. Dalam marginalisasi perempuan berupa batasan yang didapat oleh perempuan, seperti kemiskinan dan pekerjaan. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut. “Mama Kalong masih mengizinkan Dewi Ayu menerima dengan baik hati untuk menempati salah satu kamar, tanpa harus melacurkan dirinya kembali sampai kapanpun. Dewi ayu menerima dengan baik kebaikan hati dari Mama Kalong. Namun, bagaimanapun ia tetap berkeyakinan rumah pelacuran Ketidakadilan Gender Novel Azab dan Sengsara Karya Merari Siregar dan Novel Cantik itu Luka Karya Eka Kurniawan Diglosia Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Volume 6 Nomor 2 2023 bukanlah tempat yang baik bagi pertumbuhan anak-anak kecilnya dan ia bersikeras harus kembali ke rumahnya yang dulu” Kurniawan, 2015. Berdasarkan kutipan di atas, terbukti bahwa Dewi Ayu mengalami masa sulit tidak memiliki uang dan tempat tinggal yang layak untuk anak-anaknya. Dengan cara melacurkan dirinya di tempat Mama Kalong bisa membantu anak-anaknya untuk beristirahat di rumah Mama Kalong walaupun ia harus menjual dirinya kepada Mama Kalong. Hal ini membuat perbatasan pekerjaannya sehingga ketiga putrinya juga mengikuti pekerjaan dari ibunya sebagai pelacur. b. Subordinasi Pada bagian subordinasi ini, salah satu peran dianggap lebih rendah daripada peran lainnya. Hal ini dapat dibuktikan dari kutipan berikut. “Ibuku sekarat” katanya. Dewi Ayu segera melihatnya. Tampaknya memang begitu. Ternyata, Van Rijik menderita demam hebat, ia begitu pucat dan menggigil. Sama sekali tak ada harapan, sebab obat-obatan telah menghilang. Tapi ia tahu ada obat untukprajurit itu. Maka, ia bilang Ola pergi menemui Komandan Kamp untuk meminta obat dan makanan. Ola merinding ketakutan karena harus beruusan dengan orang Jepang. “Tak mungkin,” katanya singkat. Komandan itu akan memberikan obat jika aku tidur dengannya” Kurniawan, 2015. Berdasarkan kutipan di atas, terdapat peran yang direndahkan dari peran orang Jepang. Masayarakat biasanya pada masa kolonial ketika meminta bantuan kepada penjajah pasti akan meminta imbalan seperti melayani mereka dengan bersetubuh. Hal tersebut dianggap rendah dan tidak ada harga diri karena melakukan apa yang tidak diinginkan. c. Stereotipe Stereotipe disebut juga sebagai penanda negatif berupa penyulitan, pemiskinan, dan perugian. Penanda negatif ini terjadi jika perempuan keluar dari kodratnya sebagai perempuan yang tidak boleh bekerja demi mencukupi keperluan keluarga. Situasi ini dibuktikan dalam kutipan berikut. “Dewi Ayu memikirkan untuk bisa mengawinkan Maya Dewi secepat mungkin sebelum ia tumbuh dewasa dan menjadi binal. Selama bertahun-tahun ia selalu memecahkan masalahnnya dengan cepat dan gagasan pertama yang muncul adalah untuk melakukan hal tersebut” Kurniawan, 2015. Berdasarkan kutipan di atas, terlihat jelas bahwa Dewi Ayu ingin cepat menikahkan anaknya agar sang anak tidak mengukiti langkah ibunya menjadi seorang pelacur. Hal ini dilakukan dengan cepat agar sang anak memiliki pekerjaan yang lebih baik daripada ibunya. Oleh karena itu, Dewi Ayu mengambil keputusan terebut yang dianggap baik untuk kehidupan anaknya kelak. Erizal Gani & Yulia Marizal Diglosia Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Volume 6 Nomor 2 2023 d. Kekerasan Kekerasan terhadap perempuan ada dua bentuk yaitu kekerasan fisik dan kekeran psikologis. Kekerasan fisik mengakibatkan luka hingga kematian, sedangkan kekerasan psikologis mengakibatkan trauma yang berkepanjangan. Hal ini akan dibuktikan dalam kutipan berikut. “Bagaimanapun Mama Kalong selalu memperhitungkan uang dari segi bisnisnya yang paling baik dari mana kau bisa membayar? tanyanya.” “Aku punya harta karun” jawab Dewi Ayu. Sebelum perang aku menimbun seluruh perhiasanku di tempat tak seorangpun akan mengetahuinya kecuali aku dan Tuhan.” “Jika Tuhan mencurinya?” tanyanya lagi. “Aku akan kembali padamu jadi pelacur untuk membayar utangku.” Jawabnya lagi Kurniawan, 2015. Berdasarkan kutipan di atas, terlihat jelas terjadinya kekerasan psikologis yang dialami oleh Dewi Ayu karena ia sudah terbiasa melakukan hal yang sebenarnya bertolak belakang dengan hatinya, tetapi apa boleh buat ia melakukannya agar bisa membayar utangnya pada Mama Kalong. Kemudian, terlihat jelas pula kalau Dewi Ayu mengalami stres berat dan trauma pada pekerjaannya. D. Penutup Berlandaskan paparan di atas, bisa disimpulkan bahwa dalam novel Azab dan Sengsara merupakan novel angkatan 20-an, sedangkan novel Cantik itu Luka merupakan novel angkatan 2000-an. Akan tetapi, walaupun berbeda angkatan atau periodenya, kedua novel ini sama-sama menceritakan saat zaman penjajahan dengan cerita yang menarik dan tokoh yang diceritakan juga sering ditemui di kehidupan sehari-hari, hanya saja beda waktu dan tempat. Dari novel yang dibahas dapat sebuah pengambaran bahwa dalam karya sastra permasalahan ini sangat sering dijumpai dan menjadi topik yang menarik dikalangan penulis. Relasi gender dapat membuat kaum perempuan mengalami ketidakadilan. Ketidakadilan gender dalam penelitian ini dilihat dari segi marginalisasi, subordinasi, stereotipe, dan kekerasan. Ketidakadilan gender ditemukan dalam novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar dan Cantik itu Luka karya Eka Kurniawan sama-sama menceritakan sebuah penderitaan atau ketidakadilan seorang perempuan, tetapi dengan tema yang berbeda. Dalamnovel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar melingkup semua segi ketidakadilan gender yang digambarkan berupa rendahnya seorang perempuan yang bermula dari keluarga fakir di masyarakat dalam tata cara dan tradisi yang ada di lingkungan yang membuat penderitaan dihidupnya karena cinta yang tidak direstu oleh orang tua, serta perjodohan yang tidak diinginkan sehingga seorang perempuan tersebut mengidap penyakit yang berasal dari suami yang dijodohkan orang tuanya, sedangkan pada novel Cantik itu Luka karya Eka Kurniawan juga melingkupi semua aspek ketidakadilan gender yang digambarkan ada bermacam karir yang berguna dalam kehidupan sosial yang dipegang laki-laki, sedangkan perempuan berada untuk melayani kepentingan laki-laki seperti pelacur. Ketidakadilan Gender Novel Azab dan Sengsara Karya Merari Siregar dan Novel Cantik itu Luka Karya Eka Kurniawan Diglosia Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Volume 6 Nomor 2 2023 Daftar Pustaka Alwi, H., Dardjowidjojo, S., Lapoliwa, H., & Moeliono, A. M. 2010. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia 3rd ed.. Balai Pustaka. Astuti, P., Mulawarman, W. G., & Rokhmansyah, A. 2018. Ketidakadilan Gender terhadap Tokoh Perempuan dalam Novel Genduk Karya Sundari Mardjuki Kajian Kritik Sastra Feminisme. Ilmu Budaya Jurnal Bahasa, Sastra, Seni Dan Budaya, 22, 105–114. Benga Geleuk, M. 2020. Bentuk-Bentuk Hegemoni pada Tokoh Periferal dalam Novel “Pasung Jiwa” Karya Okky Madasari. Diglosia Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya, 31, 65–78. Botifar, M., & Friantary, H. 2021. Refleksi Ketidakadilan Gender dalam Novel Perempuan Berkalung Sorban Persfektif Gender dan Feminisme. Disastra Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, 31, 45–56. Darmadi, H. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta. Dilah, G., & Zahro’, A. 2021. Kecerdasan Emosional Tokoh Perempuan Muslimah dalam Novel Assalamualaikum Beijing Karya Asma Nadia. Diglosia Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya, 41, 37–48. Endraswara, S. 2018. Metodologi Penelitian Sastra Epistemologi, Model, dan Aplikasi. CAPS. Fakih, M. 2013. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar. Hafsah, S. 2017. Woman’s Suppression in Azab dan Sengsara A Feminist Perspective. Ethical Lingua Journal of Language Teaching and Literature, 41, 37–51. Hastuti, S., & Sastriyani, S. H. 2007. Glosarium Seks dan Gender. Çarasvati Books. Kurniawan, E. 2015. Cantik itu Luka. Elex Media Komputindo. Manurung, R., Setiadi, & Yuarsi, S. E. 2002. Kekerasan terhadap Perempuan pada Masyarakat Multietnik. Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada. Novera, D., Hayati, Y., & Ismail Nst., M. 2017. Citra Perempuan dalam Novel Pulang Karya Leila S. Chudori. Jurnal Bahasa Dan Sastra, 51, 1–15. Puspita, Y. 2019. Stereotip terhadap Perempuan dalam Novel-Novel Karya Abidah El Khalieqy Tinjauan Sastra Feminis. Ksatra Jurnal Kajian Bahasa Dan Sastra, 32, 29–42. Rohtama, Y., Murtadlo, A., & Dahlan, D. 2018. Perjuangan Tokoh Utama dalam Novel Pelabuhan Terakhir karya Roidah Kajian Feminisme Liberal. Ilmu Budaya Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, Dan Budaya, 23, 221–232. Erizal Gani & Yulia Marizal Diglosia Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Volume 6 Nomor 2 2023 Rokhmansyah, A. 2016. Pengantar Gender dan Feminisme Pemahaman Awal Kritik Sastra Feminisme. Garudhawaca. Sari, N. A. 2020. Bentuk-Bentuk Penyimpangan dalam Novel Kiat Sukses Hancur Lebur Karya Martin Suryajaya Kajian Stilistika. Diglosia Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya, 32, 125–138. Septiani, L. A. 2015. Ketidakadilan Gender dalam Novel Alisya karya Muhammad Makhdlori Kajian Sastra Feminisme dan Implementasinya sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA [Universitas Muhammadiyah Surakarta]. Silviandari, N. P., & Noor, R. 2023. Kepribadian Tokoh Meirose dalam Film Surga yang Tak Dirindukan Kajian Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Diglosia Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya, 61, 1–12. Siregar, M. 1920. Azab dan Sengsara. Balai Pustaka. Surjowati, R. 2014. Pemberontakan Wanita dalam Novel Princess Karya Jean P. Sasson. Parafrase Jurnal Kajian Kebahasaan & Kesastraan, 141, 63–71. Tawaqal, W., Mursalim, & Hanum, I. S. 2020. Pilihan Hidup Tokoh Utama Zarah Amala dalam Novel “Supernova Episode Partikel” Karya Dee Lestari Kajian Feminisme Liberal. Diglosia Jurnal Kajian Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya, 34, 435–444. Wiyatmi, W. 2012. Kritik Karya Feminisme Teori dan Aplikasinya dalam Sastra Indonesia. Penerbit Ombak. Yuniarti, I. 2013. Ketidakadilan Gender dalam Novel Ibu Saya Dipoligami Karya Fatma Elly Tinjauan Sastra Feminis dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra Di SMA [Universitas Muhammadiyah Surakarta]. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Permata SilviandariRedyanto NoorThis research aims to analyze the personality of the character Meirose in the film Surga yang Tak Dirindukan based on Abraham Maslow's theory of humanistic psychology. The approach used in this study is a literary psychology approach. The auxiliary theory used is Abraham Maslow's theory of humanistic psychology. The research method used is descriptive qualitative with the type of library research. The research results show that Meirose's character in Surga yang Tak Dirindukan film has a drastic personality change. Meirose's character at the story's beginning is easily discouraged, moody, and vindictive. It occurs due to physiological needs not being met, safety needs, love and belonging needs, esteem needs and self-actualization needs. By not fulfilling physiological and psychological needs, Meirose's character experiences a mental shock that makes her try to fulfil all her needs. One of the things that can help meet Meirose's needs is to become the second wife of the character Prasetya. Meirose's physiological needs are met after becoming Prasetya's wife. Even so, her psychological needs have not been completely fulfilled because of his status as a second wife. Meirose's personality becomes patient, religious, and strong by meeting physiological and psychological needs. Maria BotifarHeny FriantaryKetidakadilan gender dalam novel Perempuan Berkalung Sorban tergambar jelas dalam setiap tahapan peristiwa fisik dan batin, komunikasi verbal dan nonverbal antar pelaku, hubungan sebab-akibat yang mengharuskan tokoh mengalami perubahan nasib serta gerakan perubahan yang dilakukan tokoh dalam mengubah nasib hidupnya. Tujuan artikel ini adalah memaparkan ketidakadilan gender dalam novel melalui perspektif gender dan feminisme. Analisis novel ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskripsi analisis. Hasil penelitian menunjukkan ketidakadilan gender berada dalam tiga lingkaran, yaitu 1 lingkaran kekuasaan dari garis patriarki yang mengatur perempuan dari berbagai sisi, 2 lingkaran anggapan yang memandang perempuan kaum yang lemah sehingga berbagai akses untuk memperoleh kesetaraan tidak berfungsi, dan 3 lingkaran patriarki yang menjadi dasar untuk mengontrol, menindas dan mengeksploitasi perempuan di ranah publik dan privat. Untuk itu, sikap feminisme dalam novel ini tergambar dalam perilaku tokoh berupa a pembentukkan konsep diri perempuan, b kemandirian perempuan, c perjuangan kebebasan atas penentuan tubuh Dilah Azizatuz ZahroThis study is intended to describe the intelligence of emotional, that the main character has in the novel entitled “Assalamualaikum Beijing” by Asma Nadia. This study used qualitative approach with the study of literary psychology. The qualitative approach using the study of literary psychology is chosen because this study is meant to describe the phenomena in form of words and language regarding the mental aspects of the main character. A type and method of this study were using document study and content analysis. This study belonged to the document study because the researcher was reviewing the written document in the form of a novel entitled “Assalamualaikum Beijing” by Asma Nadia. The data analysis is done by presenting the data, interpreting the data, and drawing the conclution. The results of this study showed that the emotional intelligence of the Muslim women in the novel covered 1 the ability of managing the emotions, 2 the ability of motivating herself, and 3 the ability of building relationship. The ability to manage emotions in the form of the ability to control impulses and overcome anxiety and sadness. The ability to motivate themselves in the form of a character's desire to succeed and take advantage of other situations, obstacles, and self-problems as motivation. The ability to build relationships is demonstrated through the interaction of characters in creating close relationships, maintaining relationships, building comfort and moving Atika SariThis study focused on the analysis of irregularities featured form in the novel Kiat Sukses Hancur Lebur by Martin Suryajaya. The research variables were forms of lexical, grammatical, paragraph, discourse, plot, and forms of narrative delivery. This research was a qualitative descriptive study and data collection was conducted by reading and note taking techniques. The results found that many deviations such as selection of odd words, the formation of incoherent sentences and paragraphs, the discourse that presents a critique of capitalism and postmodernism through symbols, as well as the emergence of unusual forms of novel structures namely footnotes, charts, diagrams, schematics, paintings, drawings, line types, pictures, photographs, tables, balance sheets, formulas, maps and bibliography. These deviations show the author’s unique style and novelty in the form of aesthetic absurdity in the treasury of contemporary Indonesian Benga GeleukThis study aims to explain the forms of power experienced by peripheral characters in the Pasung Jiwa novel by Okky Madasari. In addition, this study also explains the strategies carried out by these three peripheral characters to fight systemic power in the midst of society. In terms of analyzing existing problems, this research uses the theory of Hegemony from Antonio Gramsci through descriptive qualitative methods using the sociology of literary works, namely using forms of power that have been developed on the three characters in the story. The results showed the difference between humans in getting freedom in the period before and after the reform. This novel shows the existence of hegemony that occurs in several peripheral characters in the story, namely Sasana, Cak Jek, and Elis. In the process of searching for identity, the three of them found what was done by the family, even in religious organizations. These forms of hegemony also dominate their bodies and minds. Sasana, Cak Jek, and Elis are aware that its domination does not only occur in themselves, but also in the whole society. Therefore, these three characters choose to fight the hegemony that experienced in themselves with the struggle to make themselves free from the systemic power, both from the confinement family, the norms that exist in society, work, and also the doctrines of religion that have already dominated Sasana, Cak Jek, and HafsahAzab dan Sengsara is an Indonesian novel written by Merari Siregar 1921, one of the famous roman novelists in Indonesia in Balai Pustaka era. The novel is a material object of the present study. The study aims at revealing oppression, violence, exploitation of woman and all varieties of injustice to woman, revealing social symptoms ideological forms containing in the novel as a manifestation of a company condition in old era. This research uses a qualitative method and approaches of literary feminist and literary sociology as its support. This research succeeds in answering the problems of woman life, as manifestation of real life which reflects kinds of woman’s life in society of Indonesian, for example marriage, custom, violence, etc. for the hero “Mariamin” a woman. She is the manifestation of the authority life, besides talking on oppression of woman images of its community lives. The author succeeded offering solutions with various contradictions, conflicts, handling down the novel as manifestation in real life. Alfian RokhmansyahKritik sastra feminis meletakan teori feminisme menjadi landasan dasar pemikiran. Feminisme muncul sebagai akibat adanya prasangka gender. Prasangka gender ini memandang perempuan sebagai makhluk kelas dua. Pemikiran seperti ini berdasar pada anggapan bahwa laki-laki berbeda dengan perempuan. Laki-laki dianggap lebih berperan dalam berbagai kegiatan, dan mempunyai kepentingan yang lebih besar daripada perempuan. Perbedaan ini tidak hanya tampak secara lahiriah, tetapi juga dalam struktur sosial budaya di masyarakat. Dengan demikian, kritik sastra feminis merupakan kritik ideologis terhadap cara pandang yang mengabaikan permasalahan ketimpangan dan ketidakadilan dalam pemberian peran dan identitas sosial berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Contents ISU-ISU GENDER 13 GENDER DAN FEMINISME 37 KRITIK SASTRA BERPERSPEKTIF FEMINIS 63Ketidakadilan Gender terhadap Tokoh Perempuan dalam Novel Genduk Karya Sundari Mardjuki Kajian Kritik Sastra FeminismeP AstutiW G MulawarmanA RokhmansyahAstuti, P., Mulawarman, W. G., & Rokhmansyah, A. 2018. Ketidakadilan Gender terhadap Tokoh Perempuan dalam Novel Genduk Karya Sundari Mardjuki Kajian Kritik Sastra Feminisme. Ilmu Budaya Jurnal Bahasa, Sastra, Seni Dan Budaya, 22, 105-114. Penelitian Pendidikan. AlfabetaH DarmadiDarmadi, H. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta.

ResensiNovel Azab dan Sengsara Resensi Novel 1. Identitas Novel Judul : Azab dan Sengsara Pengarang : Merari Siregar Tahun terbit : 2001 Kota penerbit : Jakarta Penerbit : Balai Pustaka Kepengarangan Novel Azab dan Sengsara Tema yang diangkat dalam novel Azab dan Sengsara tentang kebiasaan buruk masyrakat akan berbuah azab dan sengsara. Sebelum menkajian novel ini, berikut tokoh-tokoh sekaligus watak yang bermain dalam kisah Azab dan Sengsara; Mariamin gadis baik, Aminu’ddin Laki-laki baik, Nuri ibu mariamin sederhana, Ayah aminu’ddin bijak, Kasibun jahat, Marah Saito penghasut. Novel ini akan banyak interaksi tokoh yang menimbulkan reaksi sosial. Maka lewat tindakan sosial novel ini akan dukupas sesuai perinsip sosial. Teori tindakan sosial max weber Tindakan sosial terjadi ketika individu melekatkan makna subjektif pada tindakan mereka. Hubungan sosial menurut Weber yaitu suatu tindakan dimana beberapa aktor yang berbeda-beda, sejauh tindakan itu mengandung makna dihubungkan serta diarahkan kepada tindakan orang lain. Masing-masing individu berinteraksi dan saling menanggapi Max Weber dalam J Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 200618 mengklasifikasikan empat jenis tindakan sosial yang mempengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakat yaitu; a. Rasionalitas instrumental Tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya. Tindakan sosial ini terjadi ketika Aminu’ddin lebih memilih mematuhi ayahnya untuk menikahi gadis pilihan ayahnya meski sebenarnya ia mencintai Mariamin ketimbang gadis itu. Konsekuan yang diterima Aminu’ddin adalah kesedihan dan kekecewaan. b. Rasionalitas yang berorientasi nilai Alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah ada didalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut. Tindakan sosial ini tersirat ketika Sutan Barigin ayah Maramin ketika muda menghambur-hamburkan uang untuk berjudi dan foya-foya. Harta adalah lat yang tujuannya tergantung pertimbangannya. Andai Sutan Barigin tidak bersifat sombong, tamak, malas mungkin Azab serta kesengsaraan tidak akan menimpa anaknya yakni mariamin. c. Tindakan tradisional Seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan. Tindakan sosial ini mencerminkan sifat ayah Aminu’ddin yang berpegang teguh terhadap adat. Ia menikahkan Aminu’ddin dengan gadis yang menurutnya pantas menurut strata sosial. Baginda diatas atau ayah Aminu’ddin menolak untuk menikahkan anaknya dengan Mariamin d. Tindakan afektif Tindakan ini didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan sadar. Tindakan afektif bersifat spontan, tidak rasional dan merupakan refleksi emosional dari individu. Tindakan Sosial tersebut terjadi ketika suami Mariamin yaitu Kasibun marah dan memukul Mariamin sejadi-jadinya karena tersulut api cemburu melihat Aminu’ddin kekasih lama Mariamin datang kerumahnya. Menurutnya bahwa keempat tindakan tersebut sulit diwujudkan dalam kenyataan, namun apapun wujudnya hanya dapat dimengerti menurut arti subjektif dan pola-pola motivasional yang berkaitan dengan itu. Sebuah interaksi sosial akan kacau bilamana antara pihak-pihak yang berinteraksi tidak saling memahami motivasi dan makna tindakan sosial yang mereka lakukan. Seregar Merari. 2000. Azab dan Sengsara. Jakarta. Balai Pustaka .
  • 5b1iyh8k3b.pages.dev/571
  • 5b1iyh8k3b.pages.dev/520
  • 5b1iyh8k3b.pages.dev/830
  • 5b1iyh8k3b.pages.dev/40
  • 5b1iyh8k3b.pages.dev/663
  • 5b1iyh8k3b.pages.dev/149
  • 5b1iyh8k3b.pages.dev/778
  • 5b1iyh8k3b.pages.dev/179
  • 5b1iyh8k3b.pages.dev/29
  • 5b1iyh8k3b.pages.dev/472
  • 5b1iyh8k3b.pages.dev/402
  • 5b1iyh8k3b.pages.dev/95
  • 5b1iyh8k3b.pages.dev/175
  • 5b1iyh8k3b.pages.dev/174
  • 5b1iyh8k3b.pages.dev/394
  • analisis novel azab dan sengsara